Jumat, 10 Februari 2012

DILEMA PERAN WANITA: ANTARA KARIR & KELUARGA


Sebelum datang (adanya) islam yang menjadi pelita dalam kehidupan manusia, wanita sangat terpinggirkan, wanita dianggap aib sehingga mereka dikubur hidup-hidup. 
Perlakuan orang-orang jahiliyah tersebut diabadikan dalam Al-Qur'an:
‘‘Apabila salah seorang dari mereka diberi kabar gembira dengan kelahiran anak perempuan, menjadi merah padamlah wajahnya dalam keadaan ia menahan amarah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. (Ia berpikir) apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya hidup-hidup di dalam tanah? Ketahuilah alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.’’ (Qs.an-Nahl: 58-59)


Dan apabila anak-anak perempuan tersebut selamat dari perlakuan buruk (di kubur hidup-hidup), maka mereka akan ditindas, dihina, tidak menerima hak waris bahkan justru dijadikan benda warisan dari sang suaminya kepada anak laki-laki suaminya.

Namun dengan datangnya islam, derajat wanita diangkat dan ditempatkan pada kedudukan yang terhormat. Islam menetapkan insaniyyah (kemanusiaan) seorang wanita layaknya seorang lelaki, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‘‘Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan…” (Qs. al-Hujurat: 13)
‘‘Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu, kemudian Dia ciptakan dari jiwa yang satu itu pasangannya. Lalu dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.’’ (Qs. an-Nisa: 1)
Wanita dan laki-laki adalah sejajar, sama-sama memperoleh pahala atau hukuman atas amalan yang dilakukan. Sebagaimana ALLAH SWT berfirman:
“Siapa yang beramal shalih dari kalangan laki-laki ataupun perempuan sedangkan ia dalam keadaan beriman maka Kami akan menganugerahkan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan memberikan balasan pahala kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang mereka amalkan.” (Qs. an-Nahl: 97).

Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam hal pekerjaan, islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan asalkan dikerjakan dengan penuh amal sholeh.

PERAN WANITA
  • Sebelum menikah
Wanita sebelum menikah maupun sesudah menikah mempunyai kewajiban kepada ALLAH, diri, orang tua dan masyarakat. kesemuanya itu mutlak baik bagi laki-laki dan perempuan, namun karena dalam bab ini yang kita bahas adalah mengenai peran wanita, maka akan kita khususkan pada kewajiban wanita.
Wanita perlu melakukan penjagaan diri/mendidik diri sendiri untuk menanamkan dan menjaga keimanan, meningkatkan kualitas atas potensi diri dan melakukan amal-amal islami yang tentunya amalan yang sesuai dengan syariat islam. ALLAH SWT menuntut kita untuk melakukan amal-amal individu (shalat, dzikir, zakat) dan ALLAH SWT juga menuntut kita untuk melakukan amal-amal secara berjamaah (kolektif) dan saling tolong menolong dalam kebaikan.
Wanita perlu menyiapkan diri terhadap tuntutan zaman. Dalam hal ini wanita tetap mempunyai prinsip sebagai seorang muslimah dan tidak mudah terjerumus pada hal-hal yang bersifat sekularisme. 
Wanita merupakan pelaku dalam perbaikan masyarakat sehingga mengharuskan wanita ikut aktif berinteraksi kepada masyarakat dan menyiapkan diri sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Sebagaimana ALLAH SWT berfirman:
"dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah:71)

Wanita juga perlu menyiapkan diri menjadi seorang istri dan ibu. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari ilmu-ilmu rumah tangga, membaca buku dan bertanya pada yang telah menikah dan menjadi ibu.

  • Sesudah menikah

Seperti dijelaskan sebelumnya, baik wanita yang belum menikah dan sudah menikah mempunyai tanggung jawab kepada ALLAH SWT, diri, orang tua dan masyarakat. Namun terkhusus lagi bagi wanita yang sudah menikah tanggung jawabnya bertambah yaitu kepada Suami dan anak.
Dalam pernikahan, perlu adanya keseimbangan di dalamnya, baik itu kasih sayang, keadilan yang sesuai porsi, kewajiban (mendahulukan kewajiban daripada menuntut hak).

"yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?." (Al-Mulk:3)

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya, Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (An-Nisa:1)



"........Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Baqarah:228)

"dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar-Rumm: 21)

Bagi wanita yang sudah menikah dan juga mempunyai pekerjaan diluar rumah tetap harus melaksanakan kewajibannya sebagai istri dan seorang ibu.
Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:
  1. Melayani suami dengan sepenuh hati, patuh dan setia pada suami. Dalam hal ini mungkin porsinya perlu ditambah agar suami tetap ridho jika kita mempunyai pekerjaan diluar, sehingga tidak beranggapan bahwa pekerjaan menjadi penghalang bagi istri dalam menunaikan kewajiban.
  2. Mampu mengkondisikan diri antara pekerjaan dan rumah tangga.
  3. Dalam hal membelanjakan harta, penghasilan dari istri boleh digunakan tanpa izin dari suami namun boleh juga disedekahkan untuk rumah tangga. Karena pada dasarnya bahwasanya suamilah yang berkewajiban dalam menafkahi istri dan anak-anak.
  4. Menanamkan kepercayaan pada suami, dalam hal ini para istri harus mampu membuat dirinya layak untuk dipercayai oleh suami.
  5. Mengembangkan potensi diri dalam upaya perbaikan masyarakat selama dalam koridor islam (izin suami).
  6. Seorang istri juga harus menutup aib suaminya terhadap orang lain. "Mereka (istri-istrimu) adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka." (Al-Baqarah: 187). Dapat kita pahami, bahwa pakaian berfungsi menutup aurat dan kekurangan jasmani manusia, jadi demikianlah pasangan suami – istri, masing-masing pakaian bagi yang lain, artinya mereka harus saling melengkapi, saling menutupi kekurangan dan aib pasangannya. Demikian juga, masing-masing harus saling melindungi dari segala permasalahan pasangannya.
  7. Bagi yang sudah mempunyai anak, wanita dituntut untuk mendidik dan memperlakukan anak-anaknya dengan perlakuan khusus dan memanfaatkan waktu luang untuk anak.


Wallahu'alam Bish Showab

FORUM MUSLIMAH PASCA SARJANA (HIMMPAS UGM)
Oleh: Ustdzh. Seni Helmiati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar