Minggu, 05 Februari 2012

KERUDUNG MERAH ITU (Bagian 2)


Seiring berjalannya waktu, Aku sudah tidak kepikiran lagi pada gadis berkerudung merah itu. Aku begitu konsen kepada kuliah dan amanah di kampus. Tak ada lagi bayang-bayang akhwat berkerudung merah itu. Bagiku jika ALLAH mentakdirkan untukku seorang akhwat yang selalu hadir dalam mimpi itu, suatu saat pasti akan ketemu juga.

Ujian akhir semester berhasil ku lalui tanpa hambatan. Kali ini memang begitu serius untuk selesai, walaupun masih harus juga menjalankan amanah yang masih menjadi prioritasku. Liburan semester tahun ini aku berencana untuk balik ke pekanbaru. Bayang-bayang akan suasana pekanbaru membuatku rindu ingin pulang.
Aku sudah memesan tiket untuk berlibur ke kampung halaman. Yah harga tiket pesawatnya lumayan mahal, maklum karena sudah memasuki musim liburan anak-anak mahasiswa. Aku bersama ilham menuju Yogya terlebih dahulu untuk menyusul istri ilham. Memang rencananya kami bertiga berencana untuk pulang bersama lewat Yogyakarta.
Hari itu tepat tanggal 2 juli 2011, tepat pukul 06.00 aku dan ilham beserta istrinya berangkat menuju bandara. Nampak wajah kami berseri-seri pagi itu, sepertinya tak sabar untuk bertemu saudara-saudara kami di daerah.

Mas…mas….” Panggil seorang akhwat kepadaku…..
Mbak memanggil saya???”
Iya mas” sambil menyodorkan dompet kepadaku “Ini dompet mas bukan?”
oh iya…kok bisa ada sama mbak?” sambil memeriksa tas untuk memastikan apakah dompet itu milikku atau bukan.
Tadi terjatuh waktu mas turun dari taxi
Terima kasih mbak
iya sama-sama” akhwat itupun berlalu.
Aku baru tersadar yang baru kutemui tadi adalah gadis berkerudung merah “ah gadis berkerudung merah lagi, lupakan…lupakan…lupakan” gumamnya.

Akupun memasuki ruang tunggu di bandara Adi Soecipto, rupanya Ilham dan Istrinya sedari tadi bingung mencariku.
Assalamu’alaikum akhi” sapaku kepada Ilham
Wa’alaikum salam, antum dari mana saja? Kami sampai bingung tadi mencari antum, hp antum ditelpon ga diangkat
Afwan, tadi dompet saya terjatuh akh”
Aku kaget akhwat berkerudung merah tadi sedang berbincang-bincang dengan istri ilham, “akhwat itu teman istri ilham rupanya” gumamku dalam hati.
Ilham rupanya tersadar dengan lirikanku kepada teman istrinya… “ehmm…..jaga mata akh” tegur ilham sambil cengar cengir…
Astaghfirullah ‘al azdim….syukron akh sudah diingatkan…mata ini kurang terjaga” Aku jadi salah tingkah karena teguran sahabatku
Iya akh, gadis berkerudung merah tuh…..hehehe”
“Antum nih, masih juga meledek ana. Tadi ana ketemu di depan, akhwat itu menemukan dompet ana yang terjatuh” jelasku.
“Oh gitu toh…kirain masih kepikiran gadis berkerudung merah
“Ah….ga juga kok akh” Aku tertunduk malu karena sebenarnya saat bertemu dengan akhwat berkerudung merah tadi, bayang-bayang akhwat berkerudung merah menari-nari di ingatanku lagi.
Aku melihat ilham mengotak-atik hapenya, nampaknya dia sedang meng-sms seseorang, tapi aku tidak tahu siapa. Namun yang anehnya ilham dan istrinya saling lirik-lirikkan…hmmm ada-ada saja sepasang sejoli ini, ga tau apa ada temannya disini…..Jadi nyesal juga ikut pulang bareng mereka, aku seperti obat nyamuk saja.

Akh Fajar” istri ilham memanggilku
“Iya ada apa ukh?”
“Ini aku mau kenalin teman saya, namanya Zahra”
“Oh…Assalamu’alaikum ukhti” sapaku
“Wa’alaikum salam….kalau tidak salah, antum yang tadi dompetnya jatuh itu kan?” Tanya akhwat yang bernama Zahra
Iya ukh, syukron sudah menemukan dompet saya”
“Iya afwan”
“Oh rupanya kalian sudah saling kenal ya?” Tanya istri ilham
“Tadi dompet saya jatuh, makanya sempat terpisah sama kalian berdua dan ukhti Zahra yang menemukan dompet saya” jelasku
Oh gitu….oh ya, Zahra ini berasal dari Sulawesi Tenggara, tepatnya dikendari. Sekarang sedang mengambil S2nya disini” jelas istri Ilham
“Oh Sulawesi Tenggara? Kendari? S2?” tanyaku kembali
“Iya…kenapa akh, antum kenal?”
“Emmm…tidak…tapi saya merasa tidak asing saja dengan kota itu”
“Antum pernah ke kendari??” Tanya Zahra
“Emm…tidak ukh, cuman saya pernah bertanya pada seorang akhwat dan dia berasal dari Kendari juga, S2 juga di Yogyakarta”
“Oh iya…saya baru ingat….nama antum Fajarkan? Fajar Setyawan?”
“Iya…kok tau nama lengkap saya??” tanyaku bingung
“Apakah yang antum maksud adalah akhwat yang di Facebook?”
“Iya, dari mana ukhti tau? Atau jangan-jangan akhwat itu ukhti Zahra?” tanyaku agak malu, kalau memang dia orangnya, mau di taruh dimana muka ini.
“Iya, saya akhwat yang antum tanya itu” Jelasnya
Aduh sungguh hari ini aku sangat malu sekali, tapi untunglah dia tidak memakiku didepan ilham dan istrinya.
Sembari menunggu pesawat yang akan kami tumpangi, aku dan ilham asik mengobrol begitu juga dengan Zahra dan Istri Ilham. Masing-masing kami asik dengan topic sendiri. Acara perkenalan berakhir dengan ketahuannya aku akan pesan yang pernah aku kirim ke seorang akhwat yang ternyata itu adalah Zahra. Ahh..sungguh rasanya malu sekali, rasa-rasanya ilmu menahan pandangan yang aku pelajari, yang aku terapkan hari-hari luntur begitu saja karena kesalahan itu. Astaghfirullah Al’adzim…….
Memang tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semuanya sudah ada yang mengatur. Tapi bukan berarti kecerobohan yang aku lakukan tempo hari itu karena sudah di atur, karena aku merasa itu karena aku terlalu mengikuti hawa nafsu.
Tak dapatku percaya memang, akhwat yang pernah aku kirimin pesan lewat facebook tempo hari adalah sahabat Istri Ilham, dan akhwat berkerudung merah dengan wajah yang ditutupi sleyer waktu di Masjid tempo hari juga adalah orang yang sama. Dia adalah Zahra, gadis Kendari yang sedang S2 di Yogyakarta. Dan entah kenapa…jantung ini berdegup kencang.
Pertemuan kami berakhir di Bandara Yogyakarta, walaupun sama-sama menuju Jakarta namun tempat duduk kami berjauhan. Dan kami pulang ke daerah masing-masing, membawa cerita suka dan duka masing-masing.
*********************************************************************************
“Assalamu’alaikum Jar?” terdengar suara Ilham dari seberang sana
‘Wa’alaikum salam akh, afwan udah mengganggu”
“Iya Jar, Apa kabar dirimu?”
“Alhamdulillah saya baik akh, antum gimana?”
“Alhamdulillah juga baik, ada apa akh Fajar? Kayaknya ada hal penting malam-malam begini menghubungiku”
“Iya Akh, ada hal penting yang ingin saya bicarakan padamu. Afwan jika malam-malam menelpon, tapi saya tidak sabar jika harus menunggu besok akh”
“Oh….lantas yang penting tuh apa akh?”
Ku coba menjelaskan semua yang ada dibenakku, mulai dari hal-hal yang pernah aku ceritakan pada ilham, maksudku untuk sekedar mengingatkan kembali dan sampai terakhir pertemuan itu di Bandara. Kuungkapkan semua maksud hatiku, agar sekiranya ilham memberitahu istrinya mengenai kecenderunganku pada sahabatnya Zahra. Yah…niatku sudah mantap untuk ta’aruf dengannya. Harapku semoga dia bersedia. Bersedia untuk menjadi bidadariku di dunia dan di akhirat, bersedia untuk berjuang bersama dalam dakwah ini, bersedia menjadi penyejuk pandanganku dan penentram hatiku.
“Oh, baiklah kalau begitu akh, nanti ana coba diskusikan pada istri ana dan menyampaikan niat baikmu pada Zahra. Semoga ALLAH memudahkan, Aamiinn Ya Robb”
“Aamiinn Allahumma amin, jazakallahu khoir akh. Saya tunggu kabar dari antum. Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh”
“Jazana Waiyyaka akh, Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh”
************************************************************************************************************
Detik berganti detik, menit berganti menit, hari berganti hari dan minggu berganti minggu, tiba saatnya aku harus kembali ke Bandung, melanjutkan kewajiban sebagai pelajar dan bersibuk ria dengan amanah-amanah yang menanti. Liburan di kampung halaman sangat menyenangkan, hingga tak terasa satu bulan berlalu di kota ini, rasanya ingin terus disini, namun kewajiban harus segera dilaksanakan terutama menyelesaikan kuliah. Kakak sudah menagih lagi kapan selesainya aku. Yah..tahun ini aku harus selesai.
“Assalamu’alaikum, akh lagi dimana?” tanya ilham begitu bersemangat, Nampak sekali suaranya terdengar dari seberang sana.
“Wa’alaikum salam. Aku sudah di Bandung akh. Antum dimana? Kenapa belum balik?”
“Hehehe….ana sudah balik, tapi masih tersangkut di Jogya. Maklum akh, istri manjanya kumat lagi”
“Oh gitu…..”
“Oh ya akh, ana ada kabar gembira. Ukhti Zahra bersedia untuk ta’aruf dengan antum”
“Oh ya?” tanyaku tak percaya
“Iya akh”
“Terus, ukhti Zahra dimana sekarang? Apa sudah di Jogya?”
“Iya, beliau sudah di Jogya. Dan kalau di kampus belum ada kegiatan dan perkuliahan belum di mulai, kalau tidak keberatan antum ke jogya dulu hari ini atau besok”
“Iya akh, ana berangkat malam ini juga lewat kereta”
“Wuiihhhh………semangat sekali antum rupanya” goda ilham
“Hehehe…….” Aku hanya bisa tersenyum malu
Sore ini juga aku berangkat menuju stasiun kereta. Entah bagaimana rona wajahku hari ini mengetahui kesediaan Zahra ta’aruf denganku, namun yang pasti perasaan hati ini begitu bahagia, jantung serasa berlomba, padahal baru bersedia ta’aruf, belum juga bersedia menikah. Semoga semua berjalan lancar, semoga mantapnya hati ini sama mantapnya dengan hatinya.
Malam ini aku naik kereta ekonomi menuju Jogya, diperkirakan sampai stasiun Tugu Jogya tepat jam 04.00 pagi. Malam ini aku tidak bisa tidur, maklumlah di kereta kelas ekonomi harus berhati-hati. Kalau sampai terlelap bisa jadi sampai tujuan sudah tidak punya apa-apa.
Seketika aku melihat seorang pria bertubuh agak kekar, gelagaknya begitu aneh. Pria itu mendekati seorang ibu yang tengah tertidur pulas. Nampaknya niatnya tidak baik. Ah benar saja, tangannya mencoba mengambil tas ibu itu. Dengan cepat aku mencegat pria itu, tak bisa ku biarkan dia mencuri sesuatu yang bukan hak dia. Terang saja pria itu marah dan mencoba menyerangku. Pria itu bertambah marah karena serangannya bisa ku hindari, seketika keributan terjadi dalam kereta. Pria itu mengeluarkan pisau kecil dari saku celananya dan semakin buas menyerangku. Untung saja dulu aku belajar ilmu bela diri, dan saat ini saatnya mempraktekkannya, namun pisau itu tidak bisa ku hindari, pria itu menyerang tanpa ampun, pisaunya mengenai lengan kananku.
Aku mencoba meraih tangannya yang memegang pisau dan pada saat itu aku berhasil melumpuhkannya. Pria itu langsung di amankan oleh petugas Kereta.
“Terima kasih nak, sudah menolong ibu”
“Iya bu sama-sama, lain kali hati-hati bu, jangan sampai terlelap dalam kereta”
“Iya nak, terima kasih sekali lagi, kalau tidak ada kamu mungkin tas ibu sudah raib oleh preman tadi”
“Ah, jangan berkata seperti itu bu, itu sudah kewajiban saya sebagai sesama manusia, apalagi sesama muslim. Allah-lah yang menolong dengan cara menggerakkan hati saya menolong ibu” saya yakin ibu itu muslim, karena jelas ibu itu menggunakan kerudung.
Iya nak, Alhamdulillah. Semoga ALLAH memudahkan setiap urusanmu nak. Oh ya nama kamu siapa nak?”
“Aaminn Ya Robb. Saya Fajar bu”
“Oh nak Fajar, mahasiswa di Jogya ya?”
“Bukan bu, saya mahasiswa di Bandung, saya ke Jogya karena ada urusan yang sangat penting”
“Oh begitu, semoga ALLAH memudahkan urusan penting itu nak”
“Iya bu, aamiinn…..”
************************************************************************************************************
Sesampai di jogya, aku langsung menuju kost-an kawanku dari pekanbaru yang juga kuliah di jogya. Rasanya tak mungkin jika harus menemui ilham, karena kost-an itu punya istrinya. Aku beristirahat sejenak di kost-an kawan dan mengobati bekas sayatan pisau preman tadi di lengan kananku. Awalnya kawanku kaget melihat darah becucuran. Kuceritakan kronologi kejadian sampai membuat aku terluka sambil mengobati lukaku.
“Untung saja dulu kita belajar bela diri” tukasnya menimpali ceritaku. Yah….dulu kami memang sama-sama belajar bela diri sebelum memutuskan untuk kuliah di luar pulau Sumatra. Dia memilih kuliah di Jogya dan aku di Bandung, karena Alm.ayahku adalah orang Bandung, jadi aku ingin tau daerah asal ayahku.
“Ya sudah, kamu istirahat dulu” perintah kawanku yang khawatir dengan luka dan melihat wajah letihku.
“Oke, oh ya, kamu tidak kuliah?”
“Ini mau pergi kuliah, tapi Insya ALLAH ba’da dzuhur sudah balik”
“Okelah kalau begitu, aku istirahat dulu”
‘Ya sudah, saya nak berangkat sekarang. Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam”
Sebelum ku penjamkan mataku, terlebih dahulu ku sms Ilham. Sekedar mengabari kalau aku sudah sampai di jogya dan beristirahat sejenak di kost-an kawan. Tak lupa pula ku tanyakan pada Ilham kapan Zahra berniat untuk bertemu dan Alhamdulillah Zahra sempatnya Ba’da Ashar. Setidaknya aku bisa mengembalikan tenagaku sebelum Ashar. Perjalanan semalam dan kejadian dengan preman itu benar-benar menguras tenagaku.
************************************************************************************************************
Waktu sudah menunjukkan hampir waktu ashar. Tenagaku juga sudah pulih dan aku semangat untuk proses ta’aruf hari ini. Sesuai kesepakatan kami akan bertemu di Masjid Nurul Islam. Aku memilih untuk shalat Ashar di sana sekalian, takutnya mereka menunggu lama.
Selesai Shalat Ashar, aku harus menunggu Zahra datang beberapa menit karena dia baru saja selesai kelas hari itu. Tak berapa lama menunggu Zahra datang, dan istri Ilham memberi isyarat dari balik hijab bahwa ta’arufnya sudah bisa dimulai. Semuanya berjalan lancar, dia banyak bertanya padaku dan begitupun aku, masing-masing dari kami menjelaskan kekurangan dan kelebihan yang kami miliki, apa yang kami sukai dan tidak disukai, harapan dan tujuan dalam berumah tangga nanti. Akhirnya kami sama-sama sepakat untuk melanjutkan proses ini. Tak ada lagi istikhoroh Karena sebelumnya kami sudah melaksanakannya dan karena kemantapan itu maka kami memulai proses ini.
“Saya akan kabari orang tua saya di kendari, bahwa saya sudah menemukan yang saya pilih” jelas Zahra dan itu sungguh membuat lega dan juga gugup karena akan berhadapan dengan orang tuanya. Tapi mau tidak mau itu harus saya lewati, karena bagaimanapun juga dia punya wali, yang lebih berhak terhadapnya saat ini dan sebagai laki-laki yang baik tentunya harus meminta kepada orang tua sang gadis dengan cara yang baik-baik pula. Jika ALLAH ridho, insya ALLAH semua jalan akan dibukakan. Bismillah……
Bersambung…….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar