Rabu, 02 Oktober 2013

IDENTITAS ETIKA DARI BANK SYARIAH DALAM PRAKTIK PENGUNGKAPAN LAPORAN TAHUNAN (Bab 2)



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut berbagai sumber, Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
- Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan 
  nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
- Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha 
  institusi yang meminjam dana.
- Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan 
   media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak 
   harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam 
   Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
2.1        Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
1.      Jasa untuk peminjam dana
-          Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
-          Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
-          Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran = harga pokok ditambah margin yang disepakati.
-          Takaful (asuransi islam)
2.      Jasa untuk penyimpan dana
-          Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
-          Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
2.2        Prinsip perbankan syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
-          Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
-          Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
-          Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
-          Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
-          Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya. Hal ini sangat disayangkan karena kurangnya pengetahuan tentang prinsip tersebut sehingga masih banyak masyarakat yang kurang percaya dan kurang merasa mudah menggunakan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank Syari'ah. Didalam perbankan syari'ah telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua pihak. Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka sudah melanggar ajaran Islam itu sendiri. Prinsip perbankan syari'ah itu sendiri bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits.
2.3        Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Menurut berbagai sumber, Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Perintisnya adalah Ahmad El Najjar. Sistem pertama yang dikembangkan adalah mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba / bagi hasil) pada tahun 1963. kemudian pada tahun ’70-an, telah berdiri setidaknya 9 bank yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Baru kemudian berdiri Islamic Development Bank pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, yang menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara anggotanya dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.
Kemudian setelah itu, secara berturut-turut berdirilah sejumlah bank berbasis Islam antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979) Phillipine Amanah Bank (1973) berdasarkan dekrit presiden, dan Muslim Pilgrims Savings Corporation (1983).
Di Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank Muamalat sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Kamudian, IDB memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturn Pemerintah N0 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Rinsip Bagi Hasil. Sampai saat ini, pada tahun 2007, terdapat setidaknya 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
2.4        Konsep Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah
Menurut Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
a.        Profit Sharing
b.       Revenue Sharing


1.         Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan.   
Sistem profit and loss sharing  dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah dilakukannya. 
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.    
2.         Pengertian Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan yang diberikan oleh bank.
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank.
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan bank.
2.5        Perbankan Islam
Menurut Haniffa dan Hudaib (2004), bahwa berdasarkan konsep Islam uqud (kontrak), prinsip-prinsip syariah Islami'iah harus mendorong kebijakan akuntansi dan pelaporan untuk manajer muslim. Karena kepatuhan terhadap syari'ah Islami'iah adalah bentuk ibadah, manajer harus menyeimbangkan antara alokasi kekayaan pada penggugat perusahaan dan diri sendiri dengan memperhitungkan kesejahteraan baik sesama manusia dan juga lingkungan ketika membuat pilihan pada kebijakan akuntansi dan pelaporan. Dengan demikian, manajer Muslim dapat memenuhi kewajiban kepada Allah, masyarakat, lingkungan, dan diri dan untuk mencapai al-Adl (keadilan sosial ekonomi) dan al-Falah (keberhasilan di dunia ini dan akhirat).
Peran perkembangan perbankan dan keuangan Islam tidak secara signifikan berbeda dari rekan-rekan konvensional. Keduanya perantara keuangan yang melayani untuk memobilisasi tabungan dari sektor surplus dan melakukan fungsi alokasi kredit ke sektor defisit. Perbedaan utama adalah dalam sifat kontrak keuangan yang diterapkan di pasar-pasar. Misalnya, dalam perbankan Islam, kontrak al-bay 'menggantikan kontrak pinjaman. Isu utama untuk penggantian ini adalah pelarangan bunga sebagai riba. Sebagai deposit seperti mengambil dan pendanaan harus menghindari pembayaran dan penerimaan bunga (Rosly dan Sanusi, 2001).
Larangan pembayaran dan penerimaan bunga dalam semua transaksi keuangan berarti bahwa bank-bank Islam tidak dapat memiliki akses untuk pembiayaan utang, juga tidak dapat mereka mengambil bagian dalam investasi atau transaksi pinjaman yang akan menghasilkan tingkat pengembalian yang telah ditentukan. Oleh karena itu, mekanisme bunga diganti dengan PLS yang berarti bahwa dalam pendanaan operasi mereka, bank Islam harus bergantung pada pembiayaan ekuitas. Sejauh ini, struktur permodalan bank-bank Islam telah terdiri ekuitas dan tiga bentuk rekening deposito. Ini adalah deposito rekening investasi, deposito rekening tabungan, dan deposito rekening giro (Karim dan Ali, 1989).
Dalam mobilisasi dana mereka, bank Islam beroperasi pada sistem yang didasarkan pada pembagian keuntungan dan kerugian (PLS) dalam semua transaksi keuangan. Oleh karena itu, perbedaan mendasar antara bank syariah dan bank Barat adalah bahwa fungsi sebelumnya pada sistem berbasis ekuitas di mana para pelaku ekonomi tidak dijamin pra-determined rate of returnnyai. Sebaliknya, penabung berbagi pada keuntungan yang dibuat oleh bank serta kerugian yang ditimbulkan oleh itu (Karim dan Ali, 1989).
Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Saidi (2008) dikatakan bahwa perbankan Islam merupakan salah satu bentuk yang paling menonjol dari perbankan etis. Hal ini sebenarnya pengusung standar sistem perbankan etika dalam dunia kontemporer. Selama ini sistem perbankan mempertahankan istilah berbasis agama, itu akan menjadi perjuangan yang berat baginya untuk dirangkul oleh investor dan konsumen yang menjadi milik kelompok-kelompok agama saingan. Untuk efek ini, menggambarkan istilah seperti Perbankan Etis, Bebas Bunga Perbankan dan Laba-dan-Rugi Perbankan Berbagi telah diusulkan sebagai lebih cocok untuk merek perbankan. Implikasi kedua adalah bahwa perbankan Islam sebenarnya adalah sebuah inovasi baru di sektor perbankan yang mencerminkan perubahan dalam preferensi masyarakat dalam mendukung perilaku bisnis yang etis sebagai isu prinsip-prinsip, etika dan citra merupakan faktor penting dalam merek pilihan konsumen. Manajer bisnis perlu menyadari bahwa ini adalah zaman dimana konsumen melakukan konsumsi menekankan komitmen terhadap nilai-nilai, hak asasi manusia, perlindungan lingkungan dan tanggung jawab sosial ketika memilih sebuah merek atau perusahaan. Implikasi ketiga adalah bahwa kisah sukses perbankan Islam adalah di bagian pembenaran dari menempatkan strategi pasar bisnis.
2.6      Ethical Identity Ideal
Mengutip dari Haniffa dan Hudaib (2007), tentang ethical identity ideal yang didasarkan pada ajaran islam adalah sebagai berikut:
Benchmark/Patokan ethical identity yang ideal
            Perbankan syariah mengacu pada sistem perbankan yang konsisten dengan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariat Islami'iah). Shari'ah mengatur setiap aspek kehidupan seorang muslim, yaitu. spiritual, ekonomi, politik dan sosial, dan faithful execution terhadap tugas
dan kewajiban berdasarkan shari’ah yang diakui sebagai bentuk ibadah. Shari'ah berkaitan dengan mempromosikan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat (al-adl dan al-ihsan) dan mencari berkat Allah (barakah), dengan tujuan akhir untuk mencapai keberhasilan di dunia ini
dan akhirat (al-falah).
Ada lima ciri khas yang membedakan Islamic Banks (IB) dari pesaing mereka (bank konvensional) : (a) nilai dan filosofi yang mendasari ; (b) penyediaan produk-produk dan jasa bebas bunga (c) pembatasan terhadap transaksi yang diterima Islam ; (d) fokus pada tujuan pembangunan dan sosial; dan (e) tunduk pada tinjauan tambahan yang dibuat oleh Shari’ah Supervisory Board (SSB). Oleh karena itu, Islamic Bank, sebagai lembaga ekonomi dan sosial, harus menggambarkan aspek dari lima karakter, yang diambil dari kedua Syariah dan etika bisnis, dalam kegiatan mereka.Fitur-fitur ini membentuk benchmark ethical identity yang ideal yang digunakan dalam penelitian ini, yang kemudian dijelaskan dalam paragraf berikut.
Nilai dan Filosofi yang mendasari
            Sebagai mobilisers tabungan dalam skala besar dan caterers untuk pencari dana (fund-seekers) di semua sektor ekonomi, IB memainkan peran penting dalam regenerasi ekonomi dan
keadilan sosial (Siddiqi, 1995). Mereka telah
dipercayakan dengan penyimpanan yang aman dari tabungan deposan dan modal pemegang saham dan menempatkan dana tersebut ke kegunaaan yang baik. Oleh karena itu, mereka tidak hanya memiliki tanggung jawab finansial tetapi juga secara moral bertanggung jawab atas perilaku bisnis mereka. Dengan demikian, kami berharap IB dapat mengkomunikasikan secara jelas hal berikut dalam laporan tahunan mereka :SimaBaca secara fonetik
1.      komitmen untuk beroperasi dalam prinsip Syariah/ideal ;
2.      komitmen untuk memberikan hasil dalam prinsip Syariah/ideal ;
3.      komitmen untuk menjalankan kegiatan investasi yang patuh/tunduk dengan prinsip Syariah ;
4.      komitmen untuk menjalankan kegiatan keuangan yang patuh/tunduk dengan prinsip Syariah ;
5.      komitmen untuk melaksanakan hubungan kontraktual dengan berbagai pemangku kepentingan melalui pernyataan kontrak (uqud) ;
6.      Arah saat ini dan masa depan dalam melayani kebutuhan masyarakat muslim ;
7.      Laporan apresiasi kepada pemangku kepentingan.
Pemegang saham sekarang ini dan calon pemegang saham dan dana deposan idealnya ingin menilai dan menjadi hakim atas mandat yang mereka telah dipercayakan bersama dana mereka dan yang memiliki otoritas penuh dalam pembuatan keputusan ekonomi keputusan atas nama mereka dalam menegakkan aturan Allah. Dengan kata lain, mereka yang mengelola dan menguasai IB diharapkan akan menjadi kepercayaan dalam  mengilhami dengan kesalehan dan kebenaran, dan memiliki pengetahuan dan kompetensi dalam bidang yang relevan yang terkait dengan perbankan serta pengetahuan tentang syariah, khususnya area yang terkait dengan transaksi bisnis (fiqh al-mu'amalat). Oleh karena itu, kami berharap IB dapat mengkomunikasikan aspek-aspek berikut ini dalam manajemen untuk stakeholder mereka :
1.      nama, posisi dan gambaran dari anggota-anggota dewan dan top management ;
2.      profil anggota dewan dan top management sebagai indikator pengetahuan dan kompetensi di perbankan dan syariah;
3.      aspek tata kelola perusahaan yang baik : balanced board, tidak ada dualitas peran, memiliki komite audit, limited multiple directorships dan shareholdings.
Penyediaan produk-produk  dan jasa bebas bunga
Berbeda dengan dasar dari perbankan konvensional, yang berbasis bunga (riba), IB harus menghindari bentuk transaksi tersebut, karena Islam sangat melarang bunga, seperti yang ditemukan dalam empat ayat yang berbeda dalam Al Quran. Akibatnya, berbagai instrumen keuangan dikembangkan oleh IB dengan didasarkan pada dua prinsip : prinsip profit-loss sharing dan prinsip mark-up (Aggarwal dan Yousef, 2000). Instrumen keuangan didasarkan prinsip sebelumnya termasuk mudharabah (modal ventura) dan musharakah (pengaturan kemitraan), sedangkan instrumen berbasis pada yang terakhir termasuk murabahah (jual kembali dengan profit yang ditetapkan), bayal-salam (forward sale contract), jarah dan jarah wa iqtina (sewa operasi dan keuangan). Untuk tetap kompetitif, IB telah inovatif dalam penawaran produk mereka yang tidak melanggar Syariah tapi sampai batas tertentu, mereka masih dianggap sebagai  Islamising produk dan instrumen dari sistem kapitalis daripada menerapkan apa yang ada di pikiran mereka sendiri dalam mengembangkan produk yang berdasarkan pada konsep Islam. Dengan persaingan ketat, permintaan dan pasar yang lebih berpengalaman, untuk transparansi oleh stakeholders, salah satu cara di mana IB dapat bertransaksi dengan lebih berarti untuk berkomunikasi secara efektif mengenai hal berikut:
1.      rincian kegiatan penanaman modal;
2.      jika produk baru telah diperkenalkan, apakah mereka telah disetujui oleh SSB (ex-ante) dan juga penjelasan tentang dasar konsep Syariah untuk melegitimasi produk baru.
Transaksi yang di terima secara Islam
Perbankan syariah lebih dari sekedar menawarkan produk bebas bunga. IB hanya harus membiayai proyek atau mendukung praktek dan produk yang diperbolehkan (halal) dan menghindari pembiayaan atau investasi dalam kegiatan dianggap menjijikkan dalam Islam, seperti perjudian,alkohol, obat-obatan, dll, atau singkatnya, yang membawa nilai haram, dala hla ini membahayakan masyarakat dan lingkungan. IB juga harus menghindari transaksi spekulatif atau risiko yang berlebihan (gharar), seperti investasi di pasar berjangka, karena konsekuensinya tidak diketahui. Dalam Islam, pihak kontrak harus memiliki pengetahuan sempurna dari nilai counter dimaksudkan untuk ditukarkan dan tidak dapat mentakdirkan keuntungan terjamin. Alasan di balik larangan itu adalah keinginan untuk melindungi kelemahan dari eksploitasi dan dengan demikian melampaui akuntabilitas keuangan untuk mencakup akuntabilitas terhadap masyarakat. Oleh karena itu, IB harus mengkomunikasikan dalam laporan tahunan mereka, hal-hal sebagai berikut:
1.      setiap keterlibatan dalam kegiatan yang tidak diijinkan;
2.      jika terlibat dalam kegiatan yang tidak diperbolehkan, yang alasan keterlibatan, persentase keuntungan dari kegiatan tersebut dan bagaimana keuntungan dari kegiatan tersebut telah ditangani.
Fokus pada tujuan pembangunan dan sosial
IB diharapkan akan lebih bertanggung jawab secara sosial dari rekan-rekan konvensional mereka, karena Islam menekankan keadilan sosial. Salah satu indikator adalah kontribusi mereka dan manajemen zakat (retribusi agama), dana saddaqa (amal) dan qard-hassan (pinjaman kebajikan). Zakat adalah salah satu dari lima pilar Iman Islam dan pengeluaran dari hasil dan penerima manfaat ditentukan dalam Al Qur'an. Mereka adalah bagian dari hukum-hukum Allah dan ketidak pemenuhan terhadapnya adalah dosa dan akan mengakibatkan hukuman di akhirat. Namun, ada campuran pendapat sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk zakat: bank atau individu (yaitu pemegang saham dan deposan). Terlepas dari siapa yang bertanggung jawab, apa yang lebih penting untuk dikomunikasikan IB ada dalam rincian berikut ini:
1.      pihak yang bertanggung jawab untuk zakat;
2.      jika bank adalah pihak yang bertanggung jawab, apakah zakat telah dibayar, sumber dana zakat, menggunakan dana zakat, saldo dana zakat yang tidak didistribusikan dan alasan untuk itu, dan pengesahan dari SSB bahwa hitungan mereka telah benar dan bahwa sumber dan penggunaan dana yang sah didasarkan pada aturan Allah.

Tidak seperti zakat, yang wajib, saddaqa (amal) bersifat sukarela (alam) dan dapat digunakan untuk tujuan yang diizinkan oleh Shariah untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, IB harus mengkomunikasikan :
(i) jumlah dan sumber dan penggunaan dana amal, terpisah dari dana zakat.
Menyediakan qard-hassan (kebajikan atau pinjaman bebas bunga) untuk kepentingan sosial menyebabkan kontribusi sosial adalah penting untuk IB dapat membuat, terutama untuk Simak
Baca secara fonetik
masyarakat setempat di mana mereka beroperasi. Dengan demikian, IB idealnya harus mengkomunikasikan hal berikut di laporan tahunan mereka :
1.      jumlah dan
2.                  sumber dan penggunaan dana;

2.      kebijakan bank dalam menyediakan dana tersebut dan bagaiman
a non-repayment dari dana tersebut akan ditangani.Simak
Baca secara fonetik

Indikator lain mengungkapkan dari organisation’s ethical berdiri dari perspektif Islam adalah di mana cara memperlakukan karyawan dan debitur sebaik komitmen perusahaan kepada masyarakat. Karyawan adalah aset terbesar dari bisnis dan kesejahteraan mereka harus diberikan
perhatian. Adalah tanggung jawab pengusaha untuk memastikan bahwa karyawan dibayar dengan upah yang adil,tidak overworked dan memiliki kesempatan untuk memenuhi kewajiban spiritual mereka. Kesempatan yang sama juga ditekankan dalam Islam. Untuk menjadi IB yang sukses dalam tingginya sektor jasa yang kompetitif, harus ada secara konsistensi antara nilai merk dan perilaku staf. Dengan kata lain, pasokan yang cukup mampu, personil terlatih dengan pengetahuan dan pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari perbankan Islam dan keyakinan yang kuat di dalamnya adalah salah satu sarana untuk sukses, yang digemakan de Chernatony dan Segal-Horn (2001), yang menyebutkan bahwa merk jasa/layanan yang sukses tergantung pada keyakinan staf dan komitmen. Oleh karena itu, hal berikut harus dikomunikasikan dalam laporan tahunan:
1.      kesejahteraan karyawan;
2.      pelatihan dan pengembangan (terutama pada kesadaran Shari’ah), jumlah yang dibelanjakan untuk pelatihan, penyediaan pelatihan khusus atau skema rekrutmen;
3.      kesempatan yang sama;
4.      penghargaan kepada karyawan.
Debitur mendapat perhatian khusus dalam Islam. Pemberi pinjaman diminta untuk menjadi toleran dengan debitur dalam beberapa keadaan, debitur yang berhak menerima zakat
dan hutang harus dihapuskan sebagai amal. Dengan demikian, IB diharapkan dapat mendemonstrasikan dan mengkomunikasikan sebagai komitmen dalam laporan tahunan mereka:
1.      kebijakan hutang dan jenis hutang;
2.      jumlah hutang yang dihapuskan.
Tugas umum dalam Islam dipandang sebagai bagian dari kemanfaatan secara umum
berjasa dan kecenderungan etika dalam iman/kepercayaan (Dien,1992). Kebutuhan yang mendalam dalam masyarakat di mana IB beroperasi yang pertama harus dilayani. Oleh karena itu, IB idealnya harus menyampaikan hal berikut untuk menunjukkan komitmen mereka kepada masyarakat:
1.      memiliki a female branch (karena fokus kami adalah pada IB di Arabian Gulf Region;
2.      menciptakan kesempatan kerja;
3.      organisasi pendukung yang bermanfaat bagi masyarakat dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial-kepemerintahanan;
4.      sponsor pendidikan Islam dan acara sosial.
Tinjauan oleh Dewan Pengawas Syariah (SSB)
Semua bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (SSB) yang berperan untuk memastikan bahwa setiap formulasi baru dan permodalan telah sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah dan dalam lingkup norma-norma Islam. Dengan kata lain, SSB bertindak sebagai mekanisme kontrol internal dan tujuan utamanya adalah ... “untuk memberikan kredibilitas pengoperasian Islamic Banks dengan authenticating legitimasi mereka dari Shari’ah point-of view (Mudawi, 1984, hal 4). Keanggotaan dari SSB sering diambil dari profesional specialist dari yurisprudensi Islam (ulama) (Gambling et al, 1993). dan mereka melaksanakan seluruh atau sebagian dari tugas sebagai berikut: menetapkan aturan Syariah untuk melakukan bisnis perbankan; memeriksa semua atau bagian dari transaksi perbankan untuk memastikan apakah ada pelanggaran dari aturan Syariah; dan menerbitkan pernyataan dalam laporan tahunan bank tersebut  untuk melihat apakah bank telah melaksanakan bisnis sesuai dengan Syariah. (Karim, 1990). Keyakinan Shari’ah scholar adalah fondasi dari perbankan Islam dan setiap keraguan tentang integritas mereka dan kemampuan untuk menangani kompleksitas sistem keuangan dan tetap menjaga operasi Islam sesuai mungkin menyebabkan hilangnya keyakinan dalam sistem. Dengan demikian, Laporan SSB idealnya harus mengkomunikasikan :
1.      nama, gambar dan remunerasi keanggotaan SSB;
2.      jumlah rapat yang diselenggarakan;
3.      apakah ada cacat pada produk yang ditawarkan dan jika ada, apa rekomendasi mereka untuk memperbaiki kerusakan dan tindakan yang diambil oleh manajemen;
4.      berdasarkan pemeriksaan dokumen;
5.      pengesahan bahwa keuntungan diperoleh secara sah;
6.      tanda tangan dari seluruh anggota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar