BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Menurut berbagai sumber, Perbankan
syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh
larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau
yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang
dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Beberapa
prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
- Pembayaran
terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
- Pemberi
dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha
institusi yang meminjam dana.
- Islam
tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur
Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi
hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
2.1
Produk
perbankan syariah
Beberapa
produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
1. Jasa
untuk peminjam dana
-
Mudhorobah, adalah
perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang
diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian
ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh
kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
-
Musyarokah (Joint
Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture.
Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara
kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing
pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur
tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan.
-
Murobahah , yakni
penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang
dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan
harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan
pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai
akad diawal dan besarnya angsuran = harga pokok ditambah margin yang
disepakati.
-
Takaful (asuransi
islam)
2. Jasa
untuk penyimpan dana
-
Wadi'ah (jasa
penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana
tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun
diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah.
-
Deposito Mudhorobah,
nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari
investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank
dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
2.2
Prinsip
perbankan syariah
Prinsip
syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa
prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
-
Pembayaran terhadap
pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan
sebelumnya tidak diperbolehkan.
-
Pemberi dana harus
turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang
meminjam dana.
-
Islam tidak
memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan
media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
-
Unsur Gharar
(ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus
mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
-
Investasi hanya boleh diberikan
pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras
misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip
perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena
menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya. Hal ini sangat disayangkan karena
kurangnya pengetahuan tentang prinsip tersebut sehingga masih banyak masyarakat
yang kurang percaya dan kurang merasa mudah menggunakan fasilitas-fasilitas
yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank Syari'ah. Didalam perbankan syari'ah
telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua pihak.
Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka sudah melanggar ajaran
Islam itu sendiri. Prinsip perbankan syari'ah itu sendiri bersumber dari
Al-Qur'an dan Hadits.
2.3
Sejarah
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Menurut berbagai sumber, Perbankan Islam pertama kali muncul di
Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam, karena adanya kekhawatiran
rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Perintisnya adalah Ahmad El Najjar. Sistem pertama yang
dikembangkan adalah mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit
sharing (pembagian laba / bagi hasil) pada tahun 1963. kemudian pada tahun
’70-an, telah berdiri setidaknya 9 bank yang tidak memungut maupun menerima
bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri
secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.
Baru kemudian berdiri Islamic
Development Bank pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung
dalam Organisasi Konferensi Islam, yang menyediakan jasa finansial berbasis fee
dan profit sharing untuk negara-negara anggotanya dan secara eksplisit
menyatakan diri berdasar pada syariah Islam.
Kemudian setelah itu, secara
berturut-turut berdirilah sejumlah bank berbasis Islam antara lain berdiri
Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic
Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979) Phillipine Amanah Bank
(1973) berdasarkan dekrit presiden, dan Muslim Pilgrims Savings Corporation
(1983).
Di Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada tahun
1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank Muamalat sempat
terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya
tersisa sepertiga dari modal awal. Kamudian, IDB memberikan suntikan dana
sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini
keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU
No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta
lebih spesifiknya pada Peraturn Pemerintah N0 72 tahun 1992 tentang Bank
Berdasarkan Rinsip Bagi Hasil. Sampai saat ini, pada tahun 2007, terdapat
setidaknya 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia,
Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara bank umum yang telah
memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar
seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini
telah berkembang 104 BPR Syariah.
2.4
Konsep Bagi Hasil Dalam Perbankan Syariah
Menurut Pusat
Komunikasi Ekonomi Syariah, Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya
perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam
usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan
di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan
syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam
aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan
terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi
bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan
harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin)
di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam
perbankan syari’ah terdiri dari dua sistem, yaitu:
a.
Profit Sharing
b. Revenue Sharing
1.
Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah
bagi keuntungan. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit
secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total
revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
Di dalam istilah lain profit sharing adalah
perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan
setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit
and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara
untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah
dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari
perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal (enterpreneur)
dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di antara keduanya akan
terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat keuntungan akan
dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu
pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi
masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal
investasinya secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak
mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah
dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan
dilakukan pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas
biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses
usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi,
positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan
nol artinya antara pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang
dibagikan adalah keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan
dari selisih atas pengurangan total cost terhadap total revenue.
2.
Pengertian Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang
terdiri dari dua kata yaitu, revenue yang berarti; hasil, penghasilan,
pendapatan. Sharing adalah bentuk kata kerja dari share yang
berarti bagi atau bagian. Revenue sharing berarti pembagian hasil,
penghasilan atau pendapatan.
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi
adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan
barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya
dari pendapatan penjualan (sales revenue).
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang
mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari
kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi
tersebut.
Di dalam revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari
total biaya (total cost) dan laba (profit). Laba bersih (net
profit) merupakan laba kotor (gross profit) dikurangi biaya
distribusi penjualan, administrasi dan keuangan.
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa
arti revenue pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total
penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari
total pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang tersebut.
Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok
penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan
tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan
keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang
dimaksud dengan revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga
bank yang diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun
titipan yang diberikan oleh bank.
Revenue pada perbankan Syari'ah adalah
hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) ke dalam
bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini
merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil
penerimaan bank.
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat
dengan istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung
dari total pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan
dana.
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan
adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang
diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada
pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan kotor (gross
sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk produk pendanaan
bank.
2.5
Perbankan
Islam
Menurut
Haniffa dan Hudaib (2004), bahwa berdasarkan konsep Islam uqud
(kontrak), prinsip-prinsip syariah Islami'iah harus
mendorong kebijakan akuntansi dan
pelaporan untuk manajer muslim.
Karena kepatuhan terhadap syari'ah Islami'iah adalah
bentuk ibadah, manajer harus menyeimbangkan antara alokasi kekayaan pada penggugat perusahaan dan diri
sendiri dengan memperhitungkan kesejahteraan
baik sesama manusia dan juga lingkungan ketika membuat pilihan pada kebijakan akuntansi dan pelaporan. Dengan demikian, manajer Muslim dapat memenuhi kewajiban
kepada Allah, masyarakat, lingkungan,
dan diri dan untuk mencapai
al-Adl (keadilan
sosial ekonomi) dan al-Falah (keberhasilan di dunia ini dan akhirat).
Peran perkembangan perbankan
dan keuangan Islam tidak secara signifikan berbeda dari rekan-rekan
konvensional. Keduanya perantara keuangan yang melayani untuk memobilisasi tabungan dari sektor surplus dan melakukan
fungsi alokasi kredit ke sektor defisit. Perbedaan
utama adalah dalam sifat kontrak keuangan yang diterapkan di pasar-pasar. Misalnya, dalam perbankan Islam, kontrak al-bay 'menggantikan kontrak
pinjaman. Isu utama untuk penggantian ini adalah pelarangan bunga sebagai riba. Sebagai deposit seperti
mengambil dan pendanaan harus menghindari pembayaran dan penerimaan bunga
(Rosly dan Sanusi, 2001).
Larangan pembayaran dan
penerimaan bunga dalam semua
transaksi keuangan berarti
bahwa bank-bank Islam tidak dapat memiliki akses untuk pembiayaan utang, juga tidak dapat mereka mengambil bagian dalam investasi atau transaksi pinjaman yang akan menghasilkan tingkat pengembalian yang
telah ditentukan. Oleh karena itu, mekanisme bunga diganti
dengan PLS yang berarti bahwa dalam pendanaan operasi
mereka, bank Islam harus
bergantung pada pembiayaan ekuitas.
Sejauh ini, struktur permodalan bank-bank Islam telah terdiri
ekuitas dan tiga bentuk
rekening deposito. Ini adalah deposito rekening investasi, deposito rekening tabungan, dan deposito rekening giro
(Karim dan Ali, 1989).
Dalam
mobilisasi dana
mereka, bank Islam beroperasi
pada sistem yang didasarkan pada pembagian
keuntungan dan kerugian (PLS) dalam
semua transaksi keuangan. Oleh
karena itu, perbedaan mendasar antara bank syariah dan bank Barat
adalah bahwa fungsi sebelumnya pada sistem berbasis ekuitas
di mana para
pelaku ekonomi tidak dijamin pra-determined rate of returnnyai. Sebaliknya, penabung berbagi
pada keuntungan yang dibuat oleh bank serta kerugian
yang ditimbulkan oleh itu (Karim dan Ali, 1989).
Dalam hasil penelitian yang dilakukan
oleh Saidi (2008)
dikatakan bahwa perbankan Islam merupakan salah satu bentuk yang paling menonjol dari perbankan etis. Hal ini sebenarnya pengusung standar sistem perbankan etika dalam dunia kontemporer. Selama ini sistem perbankan mempertahankan istilah berbasis agama, itu akan menjadi perjuangan yang berat baginya untuk dirangkul oleh investor dan konsumen yang menjadi milik kelompok-kelompok agama saingan. Untuk efek ini, menggambarkan istilah seperti Perbankan Etis, Bebas Bunga Perbankan dan Laba-dan-Rugi
Perbankan Berbagi telah diusulkan sebagai lebih cocok untuk merek perbankan.
Implikasi kedua adalah bahwa perbankan Islam sebenarnya adalah sebuah inovasi baru di sektor perbankan yang mencerminkan perubahan dalam preferensi masyarakat
dalam mendukung perilaku bisnis yang etis sebagai isu prinsip-prinsip, etika dan citra merupakan faktor penting dalam merek pilihan konsumen. Manajer bisnis perlu
menyadari bahwa ini adalah zaman dimana konsumen melakukan konsumsi menekankan komitmen terhadap nilai-nilai, hak asasi manusia, perlindungan lingkungan dan tanggung jawab
sosial ketika memilih sebuah merek atau perusahaan. Implikasi ketiga adalah bahwa kisah sukses perbankan Islam adalah di bagian pembenaran dari menempatkan strategi pasar bisnis.
2.6 Ethical Identity Ideal
Mengutip dari Haniffa dan Hudaib
(2007), tentang ethical identity ideal yang
didasarkan pada ajaran islam adalah sebagai berikut:
Benchmark/Patokan ethical identity
yang ideal
Perbankan syariah mengacu pada sistem perbankan yang konsisten dengan prinsip-prinsip hukum Islam (Syariat Islami'iah). Shari'ah mengatur setiap aspek kehidupan seorang muslim, yaitu. spiritual, ekonomi, politik dan sosial, dan faithful execution terhadap tugas
dan kewajiban berdasarkan shari’ah yang diakui sebagai bentuk ibadah. Shari'ah berkaitan dengan mempromosikan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat (al-adl dan al-ihsan) dan mencari berkat Allah (barakah), dengan tujuan akhir untuk mencapai keberhasilan di dunia ini
dan akhirat (al-falah).
dan kewajiban berdasarkan shari’ah yang diakui sebagai bentuk ibadah. Shari'ah berkaitan dengan mempromosikan keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat (al-adl dan al-ihsan) dan mencari berkat Allah (barakah), dengan tujuan akhir untuk mencapai keberhasilan di dunia ini
dan akhirat (al-falah).
Ada lima ciri khas yang membedakan Islamic Banks (IB)
dari pesaing mereka (bank konvensional) : (a)
nilai dan filosofi yang
mendasari ; (b)
penyediaan produk-produk dan jasa bebas bunga (c) pembatasan terhadap transaksi yang diterima Islam ; (d)
fokus pada tujuan pembangunan dan sosial; dan (e) tunduk pada tinjauan tambahan yang dibuat oleh Shari’ah Supervisory Board (SSB).
Oleh karena itu, Islamic Bank, sebagai lembaga ekonomi dan sosial, harus menggambarkan aspek dari lima karakter, yang diambil dari kedua Syariah dan etika bisnis, dalam kegiatan mereka.Fitur-fitur ini membentuk benchmark ethical identity yang ideal yang digunakan dalam penelitian ini, yang kemudian dijelaskan dalam paragraf berikut.
Nilai dan Filosofi yang
mendasari
Sebagai mobilisers tabungan dalam skala besar dan caterers
untuk pencari
dana (fund-seekers) di semua sektor ekonomi, IB memainkan peran penting dalam regenerasi ekonomi dan
keadilan sosial (Siddiqi, 1995). Mereka telah dipercayakan dengan penyimpanan yang aman dari tabungan deposan dan modal pemegang saham dan menempatkan dana tersebut ke kegunaaan yang baik. Oleh karena itu, mereka tidak hanya memiliki tanggung jawab finansial tetapi juga secara moral bertanggung jawab atas perilaku bisnis mereka. Dengan demikian, kami berharap IB dapat mengkomunikasikan secara jelas hal berikut dalam laporan tahunan mereka :
keadilan sosial (Siddiqi, 1995). Mereka telah dipercayakan dengan penyimpanan yang aman dari tabungan deposan dan modal pemegang saham dan menempatkan dana tersebut ke kegunaaan yang baik. Oleh karena itu, mereka tidak hanya memiliki tanggung jawab finansial tetapi juga secara moral bertanggung jawab atas perilaku bisnis mereka. Dengan demikian, kami berharap IB dapat mengkomunikasikan secara jelas hal berikut dalam laporan tahunan mereka :
1.
komitmen untuk beroperasi dalam prinsip Syariah/ideal
;
2.
komitmen untuk memberikan hasil dalam prinsip Syariah/ideal
;
3.
komitmen untuk menjalankan kegiatan investasi yang patuh/tunduk dengan prinsip Syariah
;
4.
komitmen untuk menjalankan kegiatan keuangan yang patuh/tunduk dengan prinsip Syariah
;
5.
komitmen untuk melaksanakan hubungan kontraktual dengan berbagai pemangku kepentingan melalui pernyataan kontrak (uqud)
;
6.
Arah saat ini dan masa depan dalam melayani
kebutuhan masyarakat muslim
;
7.
Laporan apresiasi kepada pemangku kepentingan.
Pemegang saham sekarang ini dan calon
pemegang saham dan dana deposan
idealnya ingin menilai dan menjadi hakim atas mandat yang mereka telah
dipercayakan bersama dana mereka dan yang memiliki otoritas penuh dalam
pembuatan keputusan ekonomi keputusan atas nama mereka dalam menegakkan aturan
Allah. Dengan kata lain, mereka yang mengelola dan menguasai IB diharapkan akan
menjadi kepercayaan dalam mengilhami
dengan kesalehan dan kebenaran, dan memiliki pengetahuan dan kompetensi dalam
bidang yang relevan yang terkait dengan perbankan serta pengetahuan tentang
syariah, khususnya area yang terkait dengan transaksi bisnis (fiqh al-mu'amalat). Oleh karena itu, kami berharap IB dapat
mengkomunikasikan
aspek-aspek berikut ini dalam manajemen untuk stakeholder mereka :
1. nama, posisi
dan gambaran dari
anggota-anggota dewan
dan top management ;
2. profil anggota
dewan dan
top management sebagai
indikator pengetahuan dan
kompetensi di perbankan dan syariah;
3. aspek tata
kelola perusahaan yang baik
: balanced board, tidak ada dualitas peran, memiliki komite audit, limited multiple directorships dan shareholdings.
Penyediaan
produk-produk dan jasa bebas bunga
Berbeda dengan dasar dari perbankan
konvensional, yang berbasis
bunga (riba), IB harus menghindari bentuk transaksi tersebut, karena Islam
sangat melarang
bunga, seperti
yang ditemukan dalam empat ayat yang berbeda dalam Al Quran. Akibatnya, berbagai instrumen keuangan dikembangkan oleh IB dengan didasarkan pada
dua prinsip : prinsip profit-loss
sharing dan prinsip mark-up (Aggarwal dan Yousef, 2000). Instrumen keuangan didasarkan prinsip sebelumnya termasuk mudharabah (modal ventura) dan musharakah (pengaturan kemitraan), sedangkan instrumen berbasis pada yang terakhir termasuk murabahah (jual kembali dengan profit yang ditetapkan), bay’al-salam (forward sale
contract), jarah dan jarah wa iqtina (sewa operasi
dan keuangan). Untuk
tetap
kompetitif, IB telah inovatif dalam penawaran produk mereka yang tidak melanggar Syariah tapi sampai batas tertentu, mereka
masih dianggap sebagai
Islamising produk dan instrumen dari sistem kapitalis daripada
menerapkan apa
yang ada di pikiran mereka sendiri dalam mengembangkan produk yang berdasarkan pada konsep Islam. Dengan persaingan ketat, permintaan dan pasar yang lebih berpengalaman, untuk
transparansi oleh stakeholders, salah satu cara di mana IB dapat bertransaksi dengan lebih
berarti untuk
berkomunikasi secara efektif mengenai hal berikut:
1. rincian
kegiatan penanaman modal;
2. jika produk
baru telah diperkenalkan,
apakah mereka
telah disetujui oleh SSB (ex-ante) dan juga
penjelasan tentang dasar
konsep Syariah untuk melegitimasi produk baru.
Transaksi yang
di terima secara Islam
Perbankan syariah lebih dari sekedar
menawarkan produk bebas bunga. IB hanya harus membiayai proyek atau mendukung
praktek dan produk yang diperbolehkan (halal) dan menghindari pembiayaan atau
investasi dalam kegiatan dianggap menjijikkan dalam Islam, seperti
perjudian,alkohol, obat-obatan, dll, atau singkatnya, yang membawa nilai haram,
dala hla ini membahayakan masyarakat dan lingkungan. IB juga harus menghindari transaksi
spekulatif atau risiko yang berlebihan (gharar),
seperti investasi di pasar berjangka, karena konsekuensinya tidak diketahui.
Dalam Islam, pihak kontrak harus memiliki pengetahuan sempurna dari nilai counter dimaksudkan untuk
ditukarkan dan tidak dapat mentakdirkan keuntungan terjamin. Alasan di balik larangan itu
adalah keinginan untuk melindungi kelemahan dari eksploitasi dan dengan demikian melampaui
akuntabilitas keuangan untuk mencakup akuntabilitas terhadap masyarakat. Oleh karena itu, IB harus mengkomunikasikan dalam laporan tahunan mereka,
hal-hal sebagai berikut:
1.
setiap keterlibatan dalam kegiatan yang tidak diijinkan;
2.
jika terlibat dalam kegiatan yang tidak diperbolehkan, yang alasan keterlibatan,
persentase
keuntungan dari kegiatan tersebut dan bagaimana keuntungan dari kegiatan tersebut telah ditangani.
Fokus pada tujuan pembangunan dan sosial
IB diharapkan akan lebih bertanggung
jawab secara sosial dari rekan-rekan konvensional mereka, karena Islam
menekankan keadilan sosial. Salah satu indikator adalah kontribusi mereka dan
manajemen zakat (retribusi agama), dana saddaqa
(amal) dan qard-hassan (pinjaman
kebajikan). Zakat adalah salah satu dari lima pilar Iman Islam dan pengeluaran
dari hasil dan penerima manfaat ditentukan dalam Al
Qur'an. Mereka adalah bagian dari hukum-hukum Allah dan ketidak pemenuhan
terhadapnya adalah dosa dan akan mengakibatkan hukuman di akhirat. Namun, ada
campuran pendapat sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk zakat: bank atau
individu (yaitu pemegang saham dan deposan). Terlepas dari siapa yang
bertanggung jawab, apa yang lebih penting untuk dikomunikasikan IB ada dalam
rincian berikut ini:
1.
pihak yang bertanggung jawab untuk zakat;
2.
jika bank adalah pihak yang bertanggung jawab, apakah
zakat telah dibayar, sumber dana zakat, menggunakan dana zakat, saldo dana
zakat yang tidak didistribusikan dan alasan untuk itu, dan pengesahan dari SSB
bahwa hitungan mereka telah benar dan bahwa sumber dan penggunaan dana yang sah
didasarkan pada aturan Allah.
Tidak seperti zakat, yang wajib, saddaqa (amal) bersifat sukarela (alam) dan dapat digunakan untuk tujuan yang diizinkan oleh Shari’ah untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, IB harus mengkomunikasikan :
(i) jumlah dan sumber dan penggunaan dana amal, terpisah dari dana zakat.
Menyediakan qard-hassan (kebajikan atau pinjaman bebas bunga) untuk kepentingan
sosial menyebabkan
kontribusi sosial adalah penting untuk IB dapat membuat, terutama untuk
masyarakat setempat di mana mereka beroperasi. Dengan
demikian, IB idealnya harus mengkomunikasikan hal berikut di laporan tahunan
mereka :
jumlah dan
sumber dan penggunaan dana;
kebijakan bank dalam menyediakan dana tersebut dan
bagaiman
a non-repayment dari dana tersebut akan ditangani.
Indikator lain mengungkapkan dari organisation’s ethical berdiri dari perspektif Islam adalah
di mana cara memperlakukan karyawan dan debitur sebaik komitmen perusahaan kepada masyarakat. Karyawan adalah aset terbesar dari bisnis dan kesejahteraan mereka harus diberikan
perhatian. Adalah tanggung jawab pengusaha untuk memastikan bahwa karyawan dibayar dengan upah yang adil,tidak overworked dan memiliki kesempatan untuk memenuhi kewajiban spiritual mereka. Kesempatan yang sama juga ditekankan dalam Islam. Untuk menjadi IB yang sukses dalam tingginya sektor jasa yang kompetitif, harus ada secara konsistensi antara nilai merk dan perilaku staf. Dengan kata lain, pasokan yang cukup mampu, personil terlatih dengan pengetahuan dan pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari perbankan Islam dan keyakinan yang kuat di dalamnya adalah salah satu sarana untuk sukses, yang digemakan de Chernatony dan Segal-Horn (2001), yang menyebutkan bahwa merk jasa/layanan yang sukses tergantung pada keyakinan staf dan komitmen. Oleh karena itu, hal berikut harus dikomunikasikan dalam laporan tahunan:
perhatian. Adalah tanggung jawab pengusaha untuk memastikan bahwa karyawan dibayar dengan upah yang adil,tidak overworked dan memiliki kesempatan untuk memenuhi kewajiban spiritual mereka. Kesempatan yang sama juga ditekankan dalam Islam. Untuk menjadi IB yang sukses dalam tingginya sektor jasa yang kompetitif, harus ada secara konsistensi antara nilai merk dan perilaku staf. Dengan kata lain, pasokan yang cukup mampu, personil terlatih dengan pengetahuan dan pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari perbankan Islam dan keyakinan yang kuat di dalamnya adalah salah satu sarana untuk sukses, yang digemakan de Chernatony dan Segal-Horn (2001), yang menyebutkan bahwa merk jasa/layanan yang sukses tergantung pada keyakinan staf dan komitmen. Oleh karena itu, hal berikut harus dikomunikasikan dalam laporan tahunan:
1.
kesejahteraan karyawan;
2.
pelatihan dan pengembangan (terutama
pada kesadaran Shari’ah), jumlah yang dibelanjakan untuk pelatihan, penyediaan pelatihan khusus atau
skema rekrutmen;
3.
kesempatan yang sama;
4.
penghargaan kepada karyawan.
Debitur mendapat perhatian khusus dalam Islam. Pemberi pinjaman diminta untuk menjadi toleran dengan debitur dalam beberapa keadaan, debitur yang berhak menerima zakat
dan hutang harus dihapuskan sebagai amal. Dengan demikian, IB diharapkan dapat mendemonstrasikan dan mengkomunikasikan sebagai komitmen dalam laporan tahunan mereka:
dan hutang harus dihapuskan sebagai amal. Dengan demikian, IB diharapkan dapat mendemonstrasikan dan mengkomunikasikan sebagai komitmen dalam laporan tahunan mereka:
1.
kebijakan hutang dan jenis hutang;
2.
jumlah hutang yang dihapuskan.
Tugas umum dalam Islam dipandang
sebagai bagian dari kemanfaatan secara umum
berjasa dan kecenderungan etika dalam iman/kepercayaan (Dien,1992). Kebutuhan yang mendalam dalam masyarakat di mana IB beroperasi yang pertama harus dilayani. Oleh karena itu, IB idealnya harus menyampaikan hal berikut untuk menunjukkan komitmen mereka kepada masyarakat:
berjasa dan kecenderungan etika dalam iman/kepercayaan (Dien,1992). Kebutuhan yang mendalam dalam masyarakat di mana IB beroperasi yang pertama harus dilayani. Oleh karena itu, IB idealnya harus menyampaikan hal berikut untuk menunjukkan komitmen mereka kepada masyarakat:
1.
memiliki a female
branch (karena fokus kami adalah pada IB di Arabian Gulf Region;
2.
menciptakan kesempatan kerja;
3.
organisasi pendukung yang bermanfaat bagi masyarakat dan
berpartisipasi dalam kegiatan sosial-kepemerintahanan;
4.
sponsor pendidikan Islam dan acara sosial.
Tinjauan oleh Dewan Pengawas Syariah
(SSB)
Semua bank syariah memiliki Dewan
Pengawas Syariah (SSB) yang berperan untuk memastikan bahwa setiap formulasi
baru dan permodalan telah sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah dan dalam
lingkup norma-norma Islam. Dengan kata lain, SSB bertindak sebagai mekanisme
kontrol internal dan tujuan utamanya adalah ... “untuk memberikan kredibilitas
pengoperasian Islamic Banks dengan
authenticating legitimasi mereka dari Shari’ah
point-of view” (Mudawi, 1984,
hal 4). Keanggotaan dari SSB sering diambil dari profesional specialist dari yurisprudensi
Islam (ulama) (Gambling et al, 1993). dan mereka melaksanakan seluruh atau
sebagian dari tugas sebagai berikut: menetapkan aturan Syariah untuk melakukan
bisnis perbankan; memeriksa semua atau bagian dari transaksi perbankan untuk
memastikan apakah ada pelanggaran dari aturan Syariah; dan menerbitkan
pernyataan dalam laporan tahunan bank tersebut
untuk melihat apakah bank telah melaksanakan bisnis sesuai dengan
Syariah. (Karim, 1990). Keyakinan Shari’ah scholar adalah fondasi dari
perbankan Islam dan setiap keraguan tentang integritas mereka dan kemampuan
untuk menangani kompleksitas sistem keuangan dan tetap menjaga operasi Islam
sesuai mungkin menyebabkan hilangnya keyakinan dalam sistem. Dengan demikian,
Laporan SSB idealnya harus mengkomunikasikan :
1.
nama, gambar dan remunerasi keanggotaan SSB;
2.
jumlah rapat yang diselenggarakan;
3.
apakah ada cacat pada produk yang ditawarkan dan jika
ada, apa rekomendasi mereka untuk memperbaiki kerusakan dan tindakan yang
diambil oleh manajemen;
4.
berdasarkan pemeriksaan dokumen;
5.
pengesahan bahwa keuntungan diperoleh secara sah;
6.
tanda tangan dari seluruh anggota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar