Seiring
berjalannya waktu, Aku sudah tidak kepikiran lagi pada gadis berkerudung merah
itu. Aku begitu konsen kepada kuliah dan amanah di kampus. Tak ada lagi
bayang-bayang akhwat berkerudung merah itu. Bagiku jika ALLAH mentakdirkan untukku
seorang akhwat yang selalu hadir dalam mimpi itu, suatu saat pasti akan ketemu
juga.
Ujian
akhir semester berhasil ku lalui tanpa hambatan. Kali ini memang begitu serius
untuk selesai, walaupun masih harus juga menjalankan amanah yang masih menjadi
prioritasku. Liburan semester tahun ini aku berencana untuk balik ke pekanbaru.
Bayang-bayang akan suasana pekanbaru membuatku rindu ingin pulang.
Aku
sudah memesan tiket untuk berlibur ke kampung halaman. Yah harga tiket
pesawatnya lumayan mahal, maklum karena sudah memasuki musim liburan anak-anak
mahasiswa. Aku bersama ilham menuju Yogya terlebih dahulu untuk menyusul istri
ilham. Memang rencananya kami bertiga berencana untuk pulang bersama lewat
Yogyakarta.
Hari
itu tepat tanggal 2 juli 2011, tepat pukul 06.00 aku dan ilham beserta istrinya
berangkat menuju bandara. Nampak wajah kami berseri-seri pagi itu, sepertinya
tak sabar untuk bertemu saudara-saudara kami di daerah.
“Mas…mas….” Panggil seorang akhwat
kepadaku…..
“Mbak memanggil saya???”
“Iya mas” sambil menyodorkan dompet kepadaku
“Ini dompet mas bukan?”
“oh iya…kok bisa ada sama mbak?” sambil
memeriksa tas untuk memastikan apakah dompet itu milikku atau bukan.
“Tadi terjatuh waktu mas turun dari taxi”
“Terima kasih mbak”
“iya sama-sama” akhwat itupun berlalu.
Aku
baru tersadar yang baru kutemui tadi adalah gadis berkerudung merah “ah gadis berkerudung merah lagi,
lupakan…lupakan…lupakan” gumamnya.
Akupun
memasuki ruang tunggu di bandara Adi Soecipto, rupanya Ilham dan Istrinya
sedari tadi bingung mencariku.
“Assalamu’alaikum akhi” sapaku kepada
Ilham
“Wa’alaikum salam, antum dari mana saja? Kami
sampai bingung tadi mencari antum, hp antum ditelpon ga diangkat”
“Afwan, tadi dompet saya terjatuh akh”
Aku
kaget akhwat berkerudung merah tadi sedang berbincang-bincang dengan istri
ilham, “akhwat itu teman istri ilham
rupanya” gumamku dalam hati.
Ilham
rupanya tersadar dengan lirikanku kepada teman istrinya… “ehmm…..jaga mata akh” tegur ilham sambil cengar cengir…
“Astaghfirullah ‘al azdim….syukron akh sudah
diingatkan…mata ini kurang terjaga” Aku jadi salah tingkah karena teguran
sahabatku
“Iya akh, gadis berkerudung merah
tuh…..hehehe”
“Antum nih, masih juga meledek
ana. Tadi ana ketemu di depan, akhwat itu menemukan dompet ana yang terjatuh” jelasku.
“Oh gitu toh…kirain masih
kepikiran gadis berkerudung merah”
“Ah….ga juga kok akh” Aku tertunduk malu karena
sebenarnya saat bertemu dengan akhwat berkerudung merah tadi, bayang-bayang
akhwat berkerudung merah menari-nari di ingatanku lagi.
Aku
melihat ilham mengotak-atik hapenya, nampaknya dia sedang meng-sms seseorang,
tapi aku tidak tahu siapa. Namun yang anehnya ilham dan istrinya saling
lirik-lirikkan…hmmm ada-ada saja sepasang sejoli ini, ga tau apa ada temannya
disini…..Jadi nyesal juga ikut pulang bareng mereka, aku seperti obat nyamuk
saja.
“Akh Fajar” istri ilham memanggilku
“Iya ada apa ukh?”
“Ini aku mau kenalin teman
saya, namanya Zahra”
“Oh…Assalamu’alaikum ukhti” sapaku
“Wa’alaikum salam….kalau tidak
salah, antum yang tadi dompetnya jatuh itu kan?” Tanya akhwat yang bernama
Zahra
“Iya ukh, syukron sudah menemukan dompet saya”
“Iya afwan”
“Oh rupanya kalian sudah saling
kenal ya?” Tanya
istri ilham
“Tadi dompet saya jatuh,
makanya sempat terpisah sama kalian berdua dan ukhti Zahra yang menemukan
dompet saya”
jelasku
“Oh gitu….oh ya, Zahra ini berasal dari
Sulawesi Tenggara, tepatnya dikendari. Sekarang sedang mengambil S2nya disini”
jelas istri Ilham
“Oh Sulawesi Tenggara? Kendari?
S2?” tanyaku
kembali
“Iya…kenapa akh, antum kenal?”
“Emmm…tidak…tapi saya merasa
tidak asing saja dengan kota itu”
“Antum pernah ke kendari??” Tanya Zahra
“Emm…tidak ukh, cuman saya
pernah bertanya pada seorang akhwat dan dia berasal dari Kendari juga, S2 juga
di Yogyakarta”
“Oh iya…saya baru ingat….nama
antum Fajarkan? Fajar Setyawan?”
“Iya…kok tau nama lengkap
saya??”
tanyaku bingung
“Apakah yang antum maksud
adalah akhwat yang di Facebook?”
“Iya, dari mana ukhti tau? Atau
jangan-jangan akhwat itu ukhti Zahra?”
tanyaku agak malu, kalau memang dia orangnya, mau di taruh dimana muka ini.
“Iya, saya akhwat yang antum tanya
itu” Jelasnya
Aduh
sungguh hari ini aku sangat malu sekali, tapi untunglah dia tidak memakiku
didepan ilham dan istrinya.
Sembari
menunggu pesawat yang akan kami tumpangi, aku dan ilham asik mengobrol begitu
juga dengan Zahra dan Istri Ilham. Masing-masing kami asik dengan topic sendiri.
Acara perkenalan berakhir dengan ketahuannya aku akan pesan yang pernah aku
kirim ke seorang akhwat yang ternyata itu adalah Zahra. Ahh..sungguh rasanya
malu sekali, rasa-rasanya ilmu menahan pandangan yang aku pelajari, yang aku
terapkan hari-hari luntur begitu saja karena kesalahan itu. Astaghfirullah Al’adzim…….
Memang
tidak ada yang kebetulan di dunia ini, semuanya sudah ada yang mengatur. Tapi
bukan berarti kecerobohan yang aku lakukan tempo hari itu karena sudah di atur,
karena aku merasa itu karena aku terlalu mengikuti hawa nafsu.
Tak
dapatku percaya memang, akhwat yang pernah aku kirimin pesan lewat facebook
tempo hari adalah sahabat Istri Ilham, dan akhwat berkerudung merah dengan
wajah yang ditutupi sleyer waktu di Masjid tempo hari juga adalah orang yang
sama. Dia adalah Zahra, gadis Kendari yang sedang S2 di Yogyakarta. Dan entah
kenapa…jantung ini berdegup kencang.
Pertemuan
kami berakhir di Bandara Yogyakarta, walaupun sama-sama menuju Jakarta namun
tempat duduk kami berjauhan. Dan kami pulang ke daerah masing-masing, membawa
cerita suka dan duka masing-masing.
*********************************************************************************
“Assalamu’alaikum
Jar?”
terdengar suara Ilham dari seberang sana
‘Wa’alaikum
salam akh, afwan udah mengganggu”
“Iya
Jar, Apa kabar dirimu?”
“Alhamdulillah
saya baik akh, antum gimana?”
“Alhamdulillah
juga baik, ada apa akh Fajar? Kayaknya ada hal penting malam-malam begini
menghubungiku”
“Iya
Akh, ada hal penting yang ingin saya bicarakan padamu. Afwan jika malam-malam
menelpon, tapi saya tidak sabar jika harus menunggu besok akh”
“Oh….lantas
yang penting tuh apa akh?”
Ku
coba menjelaskan semua yang ada dibenakku, mulai dari hal-hal yang pernah aku
ceritakan pada ilham, maksudku untuk sekedar mengingatkan kembali dan sampai
terakhir pertemuan itu di Bandara. Kuungkapkan semua maksud hatiku, agar
sekiranya ilham memberitahu istrinya mengenai kecenderunganku pada sahabatnya
Zahra. Yah…niatku sudah mantap untuk ta’aruf dengannya. Harapku semoga dia
bersedia. Bersedia untuk menjadi bidadariku di dunia dan di akhirat, bersedia
untuk berjuang bersama dalam dakwah ini, bersedia menjadi penyejuk pandanganku
dan penentram hatiku.
“Oh, baiklah kalau begitu akh,
nanti ana coba diskusikan pada istri ana dan menyampaikan niat baikmu pada
Zahra. Semoga ALLAH memudahkan, Aamiinn Ya Robb”
“Aamiinn Allahumma amin,
jazakallahu khoir akh. Saya tunggu kabar dari antum. Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh”
“Jazana Waiyyaka akh, Wa’alaikum
salam warohmatullahi wabarokatuh”
************************************************************************************************************
Detik berganti
detik, menit berganti menit, hari berganti hari dan minggu berganti minggu,
tiba saatnya aku harus kembali ke Bandung, melanjutkan kewajiban sebagai
pelajar dan bersibuk ria dengan amanah-amanah yang menanti. Liburan di kampung halaman
sangat menyenangkan, hingga tak terasa satu bulan berlalu di kota ini, rasanya
ingin terus disini, namun kewajiban harus segera dilaksanakan terutama
menyelesaikan kuliah. Kakak sudah menagih lagi kapan selesainya aku. Yah..tahun
ini aku harus selesai.
“Assalamu’alaikum,
akh lagi dimana?”
tanya ilham begitu bersemangat, Nampak sekali suaranya terdengar dari seberang
sana.
“Wa’alaikum
salam. Aku sudah di Bandung akh. Antum dimana? Kenapa belum balik?”
“Hehehe….ana
sudah balik, tapi masih tersangkut di Jogya. Maklum akh, istri manjanya kumat
lagi”
“Oh
gitu…..”
“Oh
ya akh, ana ada kabar gembira. Ukhti Zahra bersedia untuk ta’aruf dengan antum”
“Oh
ya?” tanyaku
tak percaya
“Iya
akh”
“Terus,
ukhti Zahra dimana sekarang? Apa sudah di Jogya?”
“Iya,
beliau sudah di Jogya. Dan kalau di kampus belum ada kegiatan dan perkuliahan
belum di mulai, kalau tidak keberatan antum ke jogya dulu hari ini atau besok”
“Iya
akh, ana berangkat malam ini juga lewat kereta”
“Wuiihhhh………semangat
sekali antum rupanya”
goda ilham
“Hehehe…….” Aku hanya bisa tersenyum malu
Sore ini juga aku
berangkat menuju stasiun kereta. Entah bagaimana rona wajahku hari ini
mengetahui kesediaan Zahra ta’aruf denganku, namun yang pasti perasaan hati ini
begitu bahagia, jantung serasa berlomba, padahal baru bersedia ta’aruf, belum
juga bersedia menikah. Semoga semua berjalan lancar, semoga mantapnya hati ini
sama mantapnya dengan hatinya.
Malam ini aku naik kereta
ekonomi menuju Jogya, diperkirakan sampai stasiun Tugu Jogya tepat jam 04.00
pagi. Malam ini aku tidak bisa tidur, maklumlah di kereta kelas ekonomi harus
berhati-hati. Kalau sampai terlelap bisa jadi sampai tujuan sudah tidak punya
apa-apa.
Seketika aku
melihat seorang pria bertubuh agak kekar, gelagaknya begitu aneh. Pria itu
mendekati seorang ibu yang tengah tertidur pulas. Nampaknya niatnya tidak baik.
Ah benar saja, tangannya mencoba mengambil tas ibu itu. Dengan cepat aku
mencegat pria itu, tak bisa ku biarkan dia mencuri sesuatu yang bukan hak dia.
Terang saja pria itu marah dan mencoba menyerangku. Pria itu bertambah marah
karena serangannya bisa ku hindari, seketika keributan terjadi dalam kereta.
Pria itu mengeluarkan pisau kecil dari saku celananya dan semakin buas
menyerangku. Untung saja dulu aku belajar ilmu bela diri, dan saat ini saatnya
mempraktekkannya, namun pisau itu tidak bisa ku hindari, pria itu menyerang
tanpa ampun, pisaunya mengenai lengan kananku.
Aku mencoba meraih
tangannya yang memegang pisau dan pada saat itu aku berhasil melumpuhkannya.
Pria itu langsung di amankan oleh petugas Kereta.
“Terima
kasih nak, sudah menolong ibu”
“Iya
bu sama-sama, lain kali hati-hati bu, jangan sampai terlelap dalam kereta”
“Iya
nak, terima kasih sekali lagi, kalau tidak ada kamu mungkin tas ibu sudah raib
oleh preman tadi”
“Ah,
jangan berkata seperti itu bu, itu sudah kewajiban saya sebagai sesama manusia,
apalagi sesama muslim. Allah-lah yang menolong dengan cara menggerakkan hati
saya menolong ibu”
saya yakin ibu itu muslim, karena jelas ibu itu menggunakan kerudung.
“Iya nak, Alhamdulillah. Semoga ALLAH
memudahkan setiap urusanmu nak. Oh ya nama kamu siapa nak?”
“Aaminn
Ya Robb. Saya Fajar bu”
“Oh
nak Fajar, mahasiswa di Jogya ya?”
“Bukan
bu, saya mahasiswa di Bandung, saya ke Jogya karena ada urusan yang sangat
penting”
“Oh
begitu, semoga ALLAH memudahkan urusan penting itu nak”
“Iya
bu, aamiinn…..”
************************************************************************************************************
Sesampai di jogya,
aku langsung menuju kost-an kawanku dari pekanbaru yang juga kuliah di jogya.
Rasanya tak mungkin jika harus menemui ilham, karena kost-an itu punya
istrinya. Aku beristirahat sejenak di kost-an kawan dan mengobati bekas sayatan
pisau preman tadi di lengan kananku. Awalnya kawanku kaget melihat darah
becucuran. Kuceritakan kronologi kejadian sampai membuat aku terluka sambil
mengobati lukaku.
“Untung
saja dulu kita belajar bela diri”
tukasnya menimpali ceritaku. Yah….dulu kami memang sama-sama belajar bela diri
sebelum memutuskan untuk kuliah di luar pulau Sumatra. Dia memilih kuliah di
Jogya dan aku di Bandung, karena Alm.ayahku adalah orang Bandung, jadi aku
ingin tau daerah asal ayahku.
“Ya
sudah, kamu istirahat dulu”
perintah kawanku yang khawatir dengan luka dan melihat wajah letihku.
“Oke,
oh ya, kamu tidak kuliah?”
“Ini
mau pergi kuliah, tapi Insya ALLAH ba’da dzuhur sudah balik”
“Okelah
kalau begitu, aku istirahat dulu”
‘Ya
sudah, saya nak berangkat sekarang. Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum
salam”
Sebelum ku
penjamkan mataku, terlebih dahulu ku sms Ilham. Sekedar mengabari kalau aku
sudah sampai di jogya dan beristirahat sejenak di kost-an kawan. Tak lupa pula
ku tanyakan pada Ilham kapan Zahra berniat untuk bertemu dan Alhamdulillah Zahra
sempatnya Ba’da Ashar. Setidaknya aku bisa mengembalikan tenagaku sebelum
Ashar. Perjalanan semalam dan kejadian dengan preman itu benar-benar menguras
tenagaku.
************************************************************************************************************
Waktu sudah
menunjukkan hampir waktu ashar. Tenagaku juga sudah pulih dan aku semangat
untuk proses ta’aruf hari ini. Sesuai kesepakatan kami akan bertemu di Masjid
Nurul Islam. Aku memilih untuk shalat Ashar di sana sekalian, takutnya mereka
menunggu lama.
Selesai Shalat
Ashar, aku harus menunggu Zahra datang beberapa menit karena dia baru saja
selesai kelas hari itu. Tak berapa lama menunggu Zahra datang, dan istri Ilham memberi
isyarat dari balik hijab bahwa ta’arufnya sudah bisa dimulai. Semuanya berjalan
lancar, dia banyak bertanya padaku dan begitupun aku, masing-masing dari kami
menjelaskan kekurangan dan kelebihan yang kami miliki, apa yang kami sukai dan
tidak disukai, harapan dan tujuan dalam berumah tangga nanti. Akhirnya kami
sama-sama sepakat untuk melanjutkan proses ini. Tak ada lagi istikhoroh Karena
sebelumnya kami sudah melaksanakannya dan karena kemantapan itu maka kami
memulai proses ini.
“Saya
akan kabari orang tua saya di kendari, bahwa saya sudah menemukan yang saya
pilih” jelas
Zahra dan itu sungguh membuat lega dan juga gugup karena akan berhadapan dengan
orang tuanya. Tapi mau tidak mau itu harus saya lewati, karena bagaimanapun
juga dia punya wali, yang lebih berhak terhadapnya saat ini dan sebagai
laki-laki yang baik tentunya harus meminta kepada orang tua sang gadis dengan
cara yang baik-baik pula. Jika ALLAH ridho, insya ALLAH semua jalan akan
dibukakan. Bismillah……
Bersambung…….