Selasa, 12 November 2013

Role Stress, the Type A Behavior Pattern, and External Auditor Job Satisfaction and Performance (bagian 1)

Stress peranan, pola perilaku tipe A, dan kepuasan kerja auditor eksternal dan kinerja
 
Richard T. Fisher
lincoln University
 
 
Intisari
Studi ini memeriksa hubungan antara elemen stres peranan dan dua variabel hasil kerja auditor eksternal yang penting: kepuasan kerja dan kinerja. Studi ini meluaskan penelitian sebelumnya dengan memeriksa pengaruh pemoderasi pola perilaku tipe A pada hubungan ini. Kebutuhan untuk memeriksa ulang hubungan antara elemen stres peranan dan kepuasan kerja dan kinerja dengan menggunakan moderator berbasis teori, seperti pola perilaku tipe A, telah ditekankan pada litaratur stres peranan. Analisa data survey mengkonfirmasi bahwa konflik peranan dan ambiguitas peranan secara signifikan berkaitan dengan kinerja dan kepuasan kerja auditor. Namun demikian, peranan pemoderasi yang diperkirakan dari pola perilaku tipe A pada hubungan antara komponen stres peranan dankepuasan kerja dan kinerja auditor tidak ditemukan. Namun demikian, hal menarik hubungan positif langsung antara pola perilaku tipe A dan kedua variabel hasil kerja adalah nyata. Hasil berikutnya menunjukkan bahwa diantara profesional audit. Individu tipe A cenderung berkinerja lebih baik dan lebih puas dengan pekerjaan mereka dibanding tipe B.

Pendahuluan
Stres terkait kerja telah sering dihubungkan dengan profesi auditing (Bamber et al. 1989: Choo 1992, 1986, 1983a, 1983b, 1982;Friedman dan Rosenman 1974; Gaertner dan Ruhe 1981; Kelly dan Margheim 1990; Rebele dan Michaels 1990; Senatra 1980; Sorenson dan Sorenson 1974; Eick 1983). Satu sumber stres secara teratur dihadapi oleh sebagian besar individu pada lingkup kerja adalah stres peranan. Stres peranan terdiri dari dua konstruk penting, ambiguitas peranan dan konflik peranan. Ambiguitas peranan pada lingkungan kerja ketika seorang karyawan kurang memiliki informasi yang cukup untuk kinerja efektif (Senatra 1980). Alternatifnya, ada konflik peranan ketika  karyawan menghadapi harapan yang tidak sesuai sedemikian sehingga kepatuhan dengan satu ekspektasi akan menyulitkan atau mustahil untuk memenuhi secara efektif ekspektasi lain (Kahn et al 1964).
Rebele dan Michael (1990, 127) menunjukkan bahwa profesi auditor eksternal secara khusus terpapar pada kedua elemen stres peranan sebagai konsekuensi dari (1) sifat terentang batas, (2) potensi untuk ekspektasi konflik dari klien dan perusahaan, dan (3) kompleksitas audit masa modern dan konsekuensi derivatif dari kinerja peranan yang buruk. Juga merujuk pada firma akuntan publik, Senatra (1980, 594) menyatakan bahwa:
Efek potensial konflik dan ambiguitas mahal, tidak hanya untuk individu dalam pengertian konsekuensi emosi seperti ketegangan trkait kerja dan kepuasan kerja yang rendah, tetapi juga organisasi dalam batasan kualitas kinerja yang rendah dan perpindahan yang tinggi.
Kemungkinan stres peranan yang dihubungkan dengan kinerja yang buruk dan kepuasan kerja yang buruk adalah keprihatinan signifikan pada profesi auditing. Level kinerja audit yang rendah dapat menghasilkan audit yang tidak efisien dan tidak efektif, yang selanjutnya memaparkan firma audit pada tanggung jawab legal, kehilangan pendapatan dan penurunan kredibilitas. Komisi tanggung jawab auditor (AICPA 1978) telah menyarankan bahwa berbagai faktor yang memiliki potensi untuk memperbaiki kinerja auditor membutuhkan riset lebih lanjut. Kepuasan kerja telah diidentifikasikan dalam litaratur auditing sebagai salah satu pengaruh paling signifikan pada pembentukan maksud untuk meninggalkan kerja saat ini (Bullen dan Flamholtz 1985; Kemery et al. 1985; Kemery et al, 1987; Snead dan Harrell 1991). Pergantian staf di dalam firma akuntan publik telah terjadi dan terus menjadi masalah signifikan dan mahal untuk profesi akuntan (Aranya et al. 1982; Bullen dan Flamholtz 1985; Collins 1993; Dalton et al. 1997; Rhode et al. 1997; Senatra 1980; Snead dan Harrell 1991; Serenson dan serenson 1974). Dengan perkecualian Rebele dan Michael (1990), Senatra (1980) dan Sorenson dan Sorenson (1974), relatif sedikit studi telah meneliti konsekuensi langsung dari stres peranan pada lingkup auditing eksternal.
Studi ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, studi ini memeriksa ulang hubungan antara dua elemen stres peranan dan variabel hasil kerja auditor eksternal (kinerja dan kepuasan). Dengan mereplikasi aspek-aspek dari studi sebelumnya pada konteks non US, studi ini berusaha untuk memperluas generalisasi temuan riset sebelumnya. Kedua, studi ini berusaha untuk mengajukan riset sebelumnya dengan memeriksa pengaruh pola perilaku tipe A pada hubungan antara variabel ini. Konsekuensi merugikan dari stres peranan telah diperiksa pada sejumlah studi dalam berbagai lingkup kerja. Namun demikian, hasil dari meta analisa literatur ini telah menekankan kebutuhan untuk studi stres peranan lebih lanjut yang mempertimbangkan pengaruh moderator berbasis teori, seperti pola perilaku tipe A, pada hubungan ini (Jackson dan Shuler 1985). Prevalensi TABP diantara akuntan dan auditor dan efek signifikannya pada persepsi stres terkait kerja akhir ini telah ditekankan pada literatur akutansi (Choo 1992; Kelly dan Margheim 1990). Meskipun pengaruh pemoderasi dari TABP pada hubungan antara stres peranan dan kepuasan kerja telah diteliti pada dua studi sebelumnya (Ivancecich et al. 1982; Keenan dan McBain 1979), tidak ada studi sebelumnya pada psikologi, teori organisasi atau literatur akuntansi tampak meneliti efek variabel ini pada hubungan stres peranan/kinerja. Dukungan empiris untuk adanya efek interaksi yang melibatkan TABP akan memberikan suatu platform untuk firma audit untuk meneliti pengembangan rencana interfensi stres terfokus individu (Goolsby 1992)dan bisa memberikan dasar untuk penilaian kembali kebijakan personalia perusahaan.
Kajian literatur dan pengembangan hipotesa
Stres peranan
Konflik peranan dan ambiguitas telah dihubungkan dengan hasil negatif pada lingkup kerja, seperti peningkatan ketegangan kerja yang dirasakan, ketidakpuasan kerja yang lebih tinggi, kecenderungan yang lebih besar untuk meninggalkan perusahaan dan kinerja yang lebih rendah (Fisher dan Gitelson 1983. Jackson dan Schuler 1985; Van Sell et al. 1981).
Sebagai boundary spanner, auditor dipaparkan pada sejumlah stressor peranan. Boundary spanner merepresentasikan orang yang menduduki posisi organisasi yang mensyaratkan “interaksi luas dengan banyak orang, di dalam dan di luar organisasi, dengan kebutuhan dan ekspektasi beragam” (Goolsby 1992, 156). Orang pada peranan boundary-spanning terpapar pada level stres peranan tinggi karena kebutuhan untuk memahami dan memenuhi ekspektasi banyak pengirim peranan di dalam lingkungan yang relevan (Goolsby 1992; Kahn et al. 1964; Van Sell et al. 1981).
Signifikansi stres peranan pada lingkup auditor eksternal, relatif sedikit studi telah meneliti konsekuensi merugikan dari stres peranan dalam lingkungan ini. Yang paling awal dari studi-studi ini dilakukan oleh Sorenson dan Sorenson (1974). Peneliti ini menemukan bahwa konflik peranan memiliki dampak merugikan pada kepuasan kerja auditor dan maksud untuk berpindah. Dalam studi ini, konflik peranan dioperasionalkan dalam batasan konflik antara orientasi profesional dan birokratis auditor. Kemudian, Senatra (1980) menemukan bahwa peningkatan konflik peranan menyebabkan ketegangan terkait kerja yang lebih besar, sementara peningkatan ambiguitas peranan menyebabkan kenaikan ketidakpuasan kerja. Akhrinya, suatu studi oleh Rebele dan Michaels (1990) mengkonfirmasikan bahwa konflik peranan dan ambiguitas berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Seperti Senatra (1980), para peneliti juga menemukan konflik peranan berhubungan positif dengan ketegangan terkait kerja. Rebele dan Michael (1990) adalah para peneliti utama yang mempertimbangkan konsekuensi dari stres peranan pada kinerja auditor. Mereka menemukan bahwa ambiguitas peranan berpengaruh negatif pada kinerja, tidak ada hubungan ditemukan antara konflik peranan dan kinerja yang dinilai sendiri.
Pola perilaku Tipe A
Identifikasi TABP sebagai faktor resiko baru dan independen dari penyakit jantung koroner adalah produk dari riset yang dilakukan pada 1950an dan 1960an (Friedman dan Rosenman 1959. 1974). Riset ini berbeda dari studi epidemiologi tradisional dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan psikososial, bukannya faktor psikologis saja (Rosenman 1986). Studi ini menetapkan TABP sebagai sindrom konsisten dari perilaku yang merepresenta­sikan strategi penanggulangan stres yang digunakan oleh individu yang rentan dalam merespon rangsangan lingkungan yang menantang (Caffrey 1978; Rosenman 1986; Schaubroeck et al. 1994). Ambiguitas dan konflik peranan yang berlebihan, beban kerja berlebih, atasan yang tidak mendorong persaingan dan/atau partisipasi, dan hubungan buruk dalam kerja, semuanya adalah contoh rangsangan pada lingkungan kerja yang bisa mendatangkan perilaku yang konsiten dengan TABP (Caplan dan Jones 1975; Davidson dan Cooper 1980; Howard et al. 1977). Tipikal perilaku dari individu tipe A pada stres meliputi dorongan prestasi, persaingan, urgensi waktu, permusuhan, egresif, lekas marah dan ketidaksabaran (Glass 1977a, 1977b). Orang yang tidak bereaksi dalam cara ini pada rangsangan lingkungan dikenal sebagai tipe B. lebih lanjut, semua individu mungkin terletak pada  rangkaian kesatuan yang terdistribusi normal, yang terentang dari perilaku tipe A ekstrem sampai perilaku tipe B ekstrem (Sparacino 1979). Dalam pengertian bahwa perilaku tipe A yang jelas hanya mewujudkan diri dalam situasi stresful. Tipe A dapat dijelaskan sebagai hiperaktif terhadap stresor lingkungan.
Meskipun tipe A telah ditemukan bekerja lebih lama, lebih banyak bepergian dan lebih yakin mengenai kemampuan mereka sendiri dibanding individu tipe B dalam lingkup kerja (Howard et al. 1977), riset tidak secara konklusif mendukung proposisi bahwa tipe A akan secara konsisten berkinerja lebih baik dibanding tipe B (Bluen et al. 1990). Argumen kontijensi telah diajukan oleh beberapa peneliti untuk menjelaskan temuan yang tidak konflusif ini (Herried et al. 1985; Matthews 1982). Misalnya, Matthews (1982) menunjukkan bahwa Tipe A  mungkin berkinerja lebih baik dibanding Tipe B pada tugas-tugas sulit yang membutuhkan ketahanan, atau dalam situasi yang mengikuti kegagalan singkat. Namun demikian, Tipe A bisa dikalahkan oleh Tipe B ketika respon terukur lambat dibutuhkan atau sesudah paparan lama pada kegagalan menonjol.
Teori kontrol yang dikembangkan oleh Glass (1977a, 1977b), telah dijelaskan sebagai “pendekatan paling sistematis untuk memahami perilaku Tipe A” (Kushnir dan Melamed 1991, 157). ini menunjukkan bahwa Tipe A dimotivasi dengan keinginan kuat untuk mengendalikan lingkungan mereka. Orang, kejadian, dan/atau situasi yang dipersepsikan mengancam rasa kontrol Tipe A mungkin membangkitkan karakteristik perilaku Tipe A dari individu ini. Namun demikian, dalam hal paparan yang lama pada stressor yang menonjol dan tidak terkontrol, Tipe A telah ditemukan menunjukkan kecenderungan untuk menunda semua usaha yang diarahkan untuk mendapatkan kontrol kembali. Glass (1977a, 1977b) mengklaim Ini adalah contoh keputusasaan yang dipelajari (Seligman 1975) atau hiporeaktivitas dalam hal stressor tak terkontrol.
Stres peranan dan kinerja (H1 dan H2)
Argumen kuat telah disajikan pada literatur dalam mendukung hubungan negatif antara kinerja dan konflik peranan dan ambiguitas peranan. Misalnya, Jackson dan Schuler (1985, 42-43)) menyatakan sebagai berikut
Dari perspektif kognitif, kinerja dihalangi oleh ambiguitas peranan dan konflik peranan karena dengan mereka individu menghadapi kurangnya pengetahuan mengenai perilaku yang paling efektif untuk terlibat dalam situasi yang hampir mustahil untuk melakukan segala sesuatu yang diharapkan. Dengan demikian, tanpa memandang jumlah usaha yang dikeluarkan, perilaku paling mungkin tidak efisien, tak terarah atau tidak cukup.
Lebih lanjut, berdasarkan pada teori ekspektansi (Vroom 1964), para peneliti menunjukkan bahwa
Perspektif motivasional akan memprediksi bahwa kinerja berkorelasi negatif dengan ambiguitas peranan dan konflik peranan karena mereka dihubungkan secara negatif dengan usaha-kinerja dan kinerja-ekspektasi imbalan. (Jackson dan Schuler 1985, 42)
Hipotesa berikut, yang dinyatakan dalam bentuk alternatif, diajukan mengenai hubungan antara elemen stres peranan dan kinerja:
H1:   ambiguitas peranan yang dirasakan secara signifikan berhubungan negatif dengan kinerja auditor
H2: konflik peranan yang dirasakan secara singifikan berhubungan negatif dengan kinerja auditor .
Stres peranan dan kepuasan kerja (H3 dan H4)
Kepuasan kerja muncul ketika individu merasakan pekerjaannya  memenuhi nilai yang dianggap penting bagi individu itu (Locke 1976). Alternatifnya, Hasil ketidakpuasan kerja ketika suatu pekerjaan, untuk alasan apa saja, gagal untuk memenuhi nilai terkait pekerjaan. Sebagai kejelasan dan kesesuaian peranan (lawan dari ambiguitas peranan dan konflik peranan) umumnya dinilai (Locke dan Latham 1990), orang akan mengira mereka terkait dengan kepuasan kerja ketika ditemukan dalam lingkungan kerja.  Sebaliknya, orang akan mengira adanya ambiguitas peranan dan konflik peranan dirasakan terkait dengan ketidakpuasan kerja (kepuasan kerja rendah).
Sehingga, hipotesa berikut, yang dinyatakan dalam bentuk alternatif diajukan mengenai hub antara elemen stres peranan dan kepuasan kerja
H3:     ambiguitas peranan yang dirasakan secara signifikan berhubungan negatif dengan kepuasan kerja
H4:     konflik peranan yang dirasakan secara signifikan berhubungan negatif dengan kepuasan kerja
Pola perilaku Tipe A sebagai variabel pemoderasi (H5-H6)
Menurut model role-episode  (Kahn et al 1964), dua individu yang memiliki posisi identik dan terpapar pada derajat stres peranan sama bisa mempersepsikan stres peranan sangat berbeda. Model itu menyatakan bahwa perbedaan usia, kebutuhan, nilai, pendidikan orang akan menghasilkan perbedaan persepsi dan respon pada stres peranan.
Akan diingat bahwa konseptualisasi kontrolabilitas dari Glass (1977a, 1977b) dari pola perilaku Tipe A menunjukkan bahwa Tipe A sangat termotivasi untuk mempertahankan kontrol terhadap lingkungan mereka. Meskipun ini bisa menyebabkan peningkatan kinerja pada situasi dimana Tipe A menghadapi level stres moderat, paparan yang lama pada stressor yang penting dan tidak dapat dikendalikan mungkin menyebabkan penurunan kinerja tugas ketika Tipe A menunjukkan ketakberdayaan yang dipelajari. Leet et al (1990) mengkonfirmasikan hubungan ini dalam sejumlah lingkup kerja yang berbeda. Peneliti menemukan bahwa kontrol yang dipersepsikan pada lingkungan seseorang secara positif dan signifikan berinteraksi dengan pola perilaku Tipe A untuk memfasilitasi kinerja dan kepuasan kerja. Temuan ini menyebabkan Lee et al (1990, 877) merekomen­dasikan bahwa:
Untuk memotivasi individu Tipe A yang berorientasi prestasi yang sangat kompetitif, organisasi dan supervisor harus memperhatikan langkah-langkah untuk meningkatkan kontrol yang dipersepsikan. Langkah-langkah demikian bisa meliputi pengurangan ambiguitas peranan dan konflik peranan, berpartisipasi menetapkan tujuan dengan individu ini, menetapkan mereka dalam pekerjaan yang relatif otonom, dan memberi mereka tugas-tugas dimana mereka memiliki derajat kontrol yang tinggi pada penjadwalan keerja dan metode kerja.
Tampak masuk akal untuk memperkirakan bahwa pola perilaku Tipe A akan memperkuat hubungan negatif antara elemen stres peranan dan kinerja pekerjaan.
Intensifikasi yang serupa dari hubungan negatif antara elemen stres peranan dan kepuasan kerja juga diperkirakan untuk alasan berikut. Brunson dan Matthews (1981) melakukan studi laboratorium yang meneliti bagaimana menanggulangi strategi  Tipe A dan Tipe B, berturut-turut, berubah pada periode waktu ketika tekanan yang utama tidak dapat dikontrol secara bertahap menjadi bagian dari lingkungan terdekat mereka. Para peneliti menemukan bahwa tidak seperti Tipe B, Tipe A cenderung bergerak menjauh dari strategi penyelesaian masalah yang berguna (yaitu, orang yang akhrinya akan menghasilkan solusi masalah) terhadap strategi yang tidak efektif (yaitu, orang yang tidak akan pernah menghasilkan solusi masalah). Juga diamati bahwa Tipe A menjadi semakin terganggu dan frustasi sepanjang studi dan bahwa Tipe A menyalahkan kegagalan mereka yang terus berlanjut pada kebodohan yang dirasakan mereka dan kemampuan yang kurang. Menurut para peneliti tersebut, faktor-faktor ini dikombinasikan untuk  membuat Tipe A tak mampu dipelajari, yaitu menyerah dan bertindak putus asa. Karena strategi berfokus masalah telah dihubungkan secara positif dengan kepuasan kerja (Latack 1986), akan diperkirakan bahwa pola perilaku Tipe A akan memperkuat hubungan negatif antara tekanan yang dapat dikontrol (konflik peranan dan ambiguitas peranan) dan kepuasan kerja. Dengan demikian, hipotesa berikut yang dinyatakan dalam bentuk alternatif akan diteliti:
H5: personalitas Tipe A secara signifikan memperkuat hubungan negatif antara ambiguitas peranan dan kinerja pekerjaan auditor
H6: personalitas Tipe A secara signifikan memperkuat hubungan negatif antara konflik peranan dan kinerja pekerjaan auditor
H7: personalitas Tipe A secara signifikan memperkuat hubungan negatif antara ambiguitas peranan dan kepuasan kerja auditor
H8: personalitas Tipe A secara signifikan memperkuat hubungan negatif antara konflik peranan dan kepuasan kerja auditor
Metode Penelitian
Sampel dan prosedur
Data untuk studi dikumpulkan dengan cara kuesioner survey yang disebarkan pada auditor pada dua dari enam firma besar akuntan publik di Selandia Baru. Anonimitas dua firma yang berpartisipasi dijamin karena sifat sensitif dari temuan riset. Akibatnya, dua firma ini akan disebut sebagai firma A dan firma B.
Secara total, 169 instrumen survey dikirimkan ke auditor pada kantor terpilih dari dua firma. Dari total ini, 122 dikirimkan ke auditor di firma A dan 47 ke auditor di firma B. hanya auditor dengan sekurangnya pengalaman auditing 12 bulan disampel. Secara keseluruhan 123 instrumen lengkap dikembalikan (88 dari firma A dan 35 dari firma B), yang menghasilkan angka respon keseluruhan 73%. Sesudah empat respon yang tidak dapat digunakan (semua dari firma A) dikeluarkan, prosedur survey menghasilkan angka respon efektif 70%. Untuk menguji bias non respon, suatu perbandingan respon awal dan akhir dilakukan. Tidak ada perbedaan signifikan ditemukan pada variabel studi.
Tabel 1 meringkas karakteristik dari responden dari dua perusahaan. Dari total sampel, 50% auditor beerusia 26 tahun atau lebih muda, telah berada dalam posisi yang ada selama kurang dari atau sama dengan enam bulan, dan telah bekerja untuk firma trsebut selama 3,4 tahun atau kurang. Mayoritas responden adalahlaki-laki (72,3%), memiliki gelar sarjana (80,7%0, penyelia atau dibawahnya (53.8%) dan bekerja di firma A (70.6%). Kombinasi tes kai kuadrat dan uji t tidak menun­jukkan perbedaan signifikan antara karakteristik demografi pada tabel 1 yang berhubungan dengan responden firma A dan firma B.
Ukuran
Konflik peranan dan ambiguitas peranan diukur dengan menggunakan isntrumen yang dikembangkan oleh Rizzo et al (1970). Ukuran ini terdiri dari 14 item, delapan terkait dengan konflik peranan, dan enam terkait dengan ambiguitas peranan. Telah diestimasikan bahwa skala ini telah digunakan di 85% dari semua studi terkait stress (Jackson dan Schuler 1985; Van Sell et al, 1981). Properti psikometrik dari kedua ukuran telah diperiksa secara cermat dalam literatur (House et al. 1983; Schuler et al. 1977; Tracy dan Johnson 1981) dan hasil dari uji itu menunjukkan bahwa keduanya “telah dan merupakan ukuran yang memuaskan dari dua konstruk peranan” (Jackson dan Schuler 1985, 17). Kesimpulan yang sama dicapai dalam suatu studi yang lebih akhir oleh Smith et al (1993). Pada studi ini, skor reliabilitas alfa Cronbach untuk ukuran konflik peranan dan ambiguitas peranan masing masing adalah 0,76 dan 0,77.
Kepuasan kerja keseluruhan diukur dengan menggunakan versi pendek 20 item Kuesioner Kepuasan Minnesota (MSQ)(Weiss et al. 1967). Ukuran ini telah digunakan secara luas pada literatur akuntansi (Brownell 1982a, 1982b; Chenhall 1986; Chenhall dan Brownell 1988; dan Frocut dan Shearon 1991). Ukuran keseluruhan kepuasan kerja ditemukan dengan menjumlahkan skor dari tiap 20 item skala individu. Dunham et al (1977) telah memberikan bukti empiris yang mendukung mengenai validitas konvergen dan diskriminan dari MSQ. Untuk studi ini, MSQ memiliki alfa Cronbach 0,87 yang konsisten dengan studi lain dimana MSQ telah digunakan.
 
Tidak ada ukuran standar dari kinerja pekerjaan auditor yang telah muncul sampai hari ini. Studi ini menggunakan ukuran 12 item umum dari kinerja auditor yang aslinya dikembangkan oleh Choo (1986) (hereafter Choo). Instrumen yang dinilai sendiri ini menggunakan skala Likert lima poin dengan 1=tidak memuaskan; 2= dibutuhkan perbaikan; 3 =memuaskan; 4=baik dan 5: luar biasa. Deksriptor poin skala untuk 2 dan 4 diubah sedikit dari versi asli Choo supaya konsisten dengan instrumen kinerja yang digunakan secara internal oleh firma A. pada studi ini, ukuran Choo memiliki alfa Cronbach 0,80. Ukuran choo digunakan dalam preferensi dengan yang digunakan oleh Rebele dan Michaels (1990) karena yang pertama tampak dikembangkan dan diuji secara ketat. Isntrumen Choo dibuat dalam konsultasi dengan partner pesonalia, pada tiap lima firma akuntan nasional. Pengujian instrumen menunjukkan korelasi positif kuat (0.86) antara skor yang dinilai sendiri dan skor yang dinilai atas. Lebih lanjut, Choo tidak mene­mukan perbedaan signifikan antara rata-rata skor kinerja yang dinilai sendiri dan rata-rata skor yang dinilai atasan. Instrumen Choo juga lebih relevan dengan kondisi Selandia Baru dibanding ukuran Rebele dan Michael, dengan kondisi bahwa ini dikembangkan di Australasia, bukannya di Amerika Serikat.
Choo (1986) menentukan penilaian kinerja keseluruhan untuk kinerja yang dinilai sendiri dan atasan dengan menghitung rata-rata artimatika sederhana dari skor pada tiap 12 dimensi kinerja. Beberapa kritik dapat dibuat mengenai pendekatan ini. Pertama, ini mengasumsikan bahwa tiap dimensi dengan nilai penting yang sama dan kedua, ini gagal untuk menjelaskan fakta bahwa nilai penting relatif dari tiap dimensi akan berbeda menurut level organisasi. Untuk mengatasi kedua masalah ini pada studi sekarang, suatu sistem pembobotan dikembangkan dengan bantuan delapan partner dari firma A dan firma B (lihat Appendix). sistem ini mempertimbangkan perbedaan nilai penting dari tiap item, di dalam dan diantara posisi auditor. Sistem pembobotan yang sama diterapkan untuk respon dari firma audit.
Ukuran kinerja penilaian sendiri telah digunakan pada riset sebelumnya untuk menghindari kesalahan halo yang terkait dengan penilaian atasan (Brownell 1982a; Nealy dan Owen 1970; Thornton 1968). Brownell menjelaskan kesalahan halo sebagai kecenderungan untuk mengevaluasi secara global atau, dengan kata lain, mengevaluasi hanya pada satu dimensi kognitif. Namun demikian, ukuran kinerja penilaian sendiri telah dikritik karena mereka menghasilkan bias kelonggaran dalam respon (Heneman 1974). Namun demikian, sepanjang bias demikian tidak sistematis dengan variabel bebas, hasil studi seharusnya tidak terpengaruh.
TABP diukur dengan menggunakan dua instrumen terpisah: Skala Vickers (Vicker 1975) dan ukuran Tipe A-B keseluruhan Survey aktivitas Jenkin (JAS) secara keseluruhan (jenkins et al 1979)
Studi ini menggunakan salah satu ukuran laporan diri yang paling sering digunakan dari TABP: skala Tipe A-B 21 item dari survey Aktivitas jenkin (Form C). Item-item itu membentuk instrumen Survey Aktivitas Jenkins sama untuk item yang dimasukkan dalam wawancara terstruktur. Penskoran JAS melibatkan penerapan bobot, yang dibuat dari penskalaan optimal dan analisa fungsi diskriminan, untuk tiap respon item yang mungkin. Bobot ini aslinya dihitung untuk meminimalkan kesalahan klasifikasi dari JAS relatif terhadap klasifikasi yang dibuat dengan menggunakan SI untuk subyek yang dimasukkan dalam Studi Kelompok Kolaboratif Western (WCGS). Untuk menentukan skor kasar subyek pada skala JAS Tipe A-B global, peneliti harus menentukan bobot item yang berkaitan untuk tiap respon item subyek dan kemudian menjumlahkan bobot ini. Skor kasar kemudian diubah secara linear  kedalam skor standar, dengan skor positif yang menunjukkan perilaku Tipe A dan skor negatif yang mengindikasikan ketiadaan perilaku Tipe A (yaitu perilaku Tipe B). skor standar yang dihasilkan umumnya akan berada dalam rentang-30 sampai +30 (Jenkins et al 1979). Skor standard untuk berbagai subyek/sampel kemudian dibandingkan dengan skor pembanding yang didapat pada WCGD (skor rata-rata dan simpangan baku dari seluruh populasi WCGS adalah 0 dan 10).
Validitas JAS ditetapkan oleh Jenkins et al (1979) dalam sejumlah cara, termasuk mengkonfirmasi kesesuaian antara skor JAS dan SI dan menemukan hubungan signifikan antara orang yang diklasifikasikan sebagai Tipe A oleh JAS dan penyakit jantung koroner. Matthew(1982) melaporkan bahwa secara umum, kalsifikasi yang dibuat oleh JAS sesuai dengan SI pada 60-70 persen kasus. Meskipun Jenkins et al (1979) mengindikasikan bahwa skala JAS andal, berdasarkan pada konsistensi internal dan prosedur tes-retes yang luas, beberapa peneliti telah menyatakan hal berbeda. Untuk studi ini, JAS memiliki skor alfa Cronbach disesuaikan 0.73.
Instrumen TABP yang digunakan dalam studi ini, skala Vicker, awalnya dikembangkan oleh Sales pada 1969. Ukuran itu selanjutnya diperbaiki oleh Caplan pada 1971 dan kemudian direduksi menjadi skala sembilan item oleh Vickeers (1975). Skor tinggi pada ukuran ini mengindikasikan kecenderungan terhadap perilaku Tipe A, sedangkan skor rendah mengindikasikan orientasi Tipe B. studi berikutnya telah menemukan ukuran ini secara konsisten menghasilkan koefisien reliabilitas internal lebih dari 0,75 (Choo 1986). Skor alfa Cronbach untuk ukuran ini pada studi ini adalah 0.82. skala itu telah dikritik oleh satu peneliti yang menyatakan bahwa ini tidak merefleksikan rentang keseluruhan dari TABP (Caffrey 1978).
Dengan kurangnya konsensus diantara peneliti mengenai ukuran laporan diri mana dari TABP paling tepat untuk penggunaan dalam riset organisasi, dianggap perlu untuk melakukan analisa secara terpisah dengan menggunakan dua ukuran TABP, dan melaporkan hasil keduanya.

2 komentar: