Stress peranan, pola perilaku tipe A, dan kepuasan
kerja auditor eksternal dan kinerja
Richard T. Fisher
lincoln University
Intisari
Studi ini memeriksa
hubungan antara elemen stres peranan dan dua variabel hasil kerja auditor
eksternal yang penting: kepuasan kerja dan kinerja. Studi ini meluaskan
penelitian sebelumnya dengan memeriksa pengaruh pemoderasi pola perilaku tipe A
pada hubungan ini. Kebutuhan untuk memeriksa ulang hubungan antara elemen stres
peranan dan kepuasan kerja dan kinerja dengan menggunakan moderator berbasis
teori, seperti pola perilaku tipe A, telah ditekankan pada litaratur stres
peranan. Analisa data survey mengkonfirmasi bahwa konflik peranan dan
ambiguitas peranan secara signifikan berkaitan dengan kinerja dan kepuasan
kerja auditor. Namun demikian, peranan pemoderasi yang diperkirakan dari pola
perilaku tipe A pada hubungan antara komponen stres peranan dankepuasan kerja
dan kinerja auditor tidak ditemukan. Namun demikian, hal menarik hubungan
positif langsung antara pola perilaku tipe A dan kedua variabel hasil kerja
adalah nyata. Hasil berikutnya menunjukkan bahwa diantara profesional audit.
Individu tipe A cenderung berkinerja lebih baik dan lebih puas dengan pekerjaan
mereka dibanding tipe B.
Pendahuluan
Stres terkait kerja telah sering dihubungkan dengan
profesi auditing (Bamber et al. 1989: Choo 1992, 1986, 1983a, 1983b,
1982;Friedman dan Rosenman 1974; Gaertner dan Ruhe 1981; Kelly dan Margheim
1990; Rebele dan Michaels 1990; Senatra 1980; Sorenson dan Sorenson 1974; Eick
1983). Satu sumber stres secara teratur dihadapi oleh sebagian besar individu
pada lingkup kerja adalah stres peranan. Stres peranan terdiri dari dua
konstruk penting, ambiguitas peranan dan konflik peranan. Ambiguitas peranan
pada lingkungan kerja ketika seorang karyawan kurang memiliki informasi yang
cukup untuk kinerja efektif (Senatra 1980). Alternatifnya, ada konflik peranan
ketika karyawan menghadapi harapan yang
tidak sesuai sedemikian sehingga kepatuhan dengan satu ekspektasi akan
menyulitkan atau mustahil untuk memenuhi secara efektif ekspektasi lain (Kahn
et al 1964).
Rebele dan Michael (1990, 127) menunjukkan bahwa
profesi auditor eksternal secara khusus terpapar pada kedua elemen stres
peranan sebagai konsekuensi dari (1) sifat terentang batas, (2) potensi untuk
ekspektasi konflik dari klien dan perusahaan, dan (3) kompleksitas audit masa
modern dan konsekuensi derivatif dari kinerja peranan yang buruk. Juga merujuk
pada firma akuntan publik, Senatra (1980, 594) menyatakan bahwa:
Efek potensial konflik dan ambiguitas mahal, tidak hanya
untuk individu dalam pengertian konsekuensi emosi seperti ketegangan trkait
kerja dan kepuasan kerja yang rendah, tetapi juga organisasi dalam batasan
kualitas kinerja yang rendah dan perpindahan yang tinggi.
Kemungkinan stres peranan yang dihubungkan dengan
kinerja yang buruk dan kepuasan kerja yang buruk adalah keprihatinan signifikan
pada profesi auditing. Level kinerja audit yang rendah dapat menghasilkan audit
yang tidak efisien dan tidak efektif, yang selanjutnya memaparkan firma audit
pada tanggung jawab legal, kehilangan pendapatan dan penurunan kredibilitas.
Komisi tanggung jawab auditor (AICPA 1978) telah menyarankan bahwa berbagai
faktor yang memiliki potensi untuk memperbaiki kinerja auditor membutuhkan
riset lebih lanjut. Kepuasan kerja telah diidentifikasikan dalam litaratur
auditing sebagai salah satu pengaruh paling signifikan pada pembentukan maksud
untuk meninggalkan kerja saat ini (Bullen dan Flamholtz 1985; Kemery et al.
1985; Kemery et al, 1987; Snead dan Harrell 1991). Pergantian staf di dalam
firma akuntan publik telah terjadi dan terus menjadi masalah signifikan dan
mahal untuk profesi akuntan (Aranya et al. 1982; Bullen dan Flamholtz 1985;
Collins 1993; Dalton et al. 1997; Rhode et al. 1997; Senatra 1980; Snead dan
Harrell 1991; Serenson dan serenson 1974). Dengan perkecualian Rebele dan
Michael (1990), Senatra (1980) dan Sorenson dan Sorenson (1974), relatif
sedikit studi telah meneliti konsekuensi langsung dari stres peranan pada
lingkup auditing eksternal.
Studi ini memiliki dua tujuan utama. Pertama, studi
ini memeriksa ulang hubungan antara dua elemen stres peranan dan variabel hasil
kerja auditor eksternal (kinerja dan kepuasan). Dengan mereplikasi aspek-aspek
dari studi sebelumnya pada konteks non US, studi ini berusaha untuk memperluas
generalisasi temuan riset sebelumnya. Kedua, studi ini berusaha untuk
mengajukan riset sebelumnya dengan memeriksa pengaruh pola perilaku tipe A pada
hubungan antara variabel ini. Konsekuensi merugikan dari stres peranan telah
diperiksa pada sejumlah studi dalam berbagai lingkup kerja. Namun demikian,
hasil dari meta analisa literatur ini telah menekankan kebutuhan untuk studi
stres peranan lebih lanjut yang mempertimbangkan pengaruh moderator berbasis
teori, seperti pola perilaku tipe A, pada hubungan ini (Jackson dan Shuler
1985). Prevalensi TABP diantara akuntan dan auditor dan efek signifikannya pada
persepsi stres terkait kerja akhir ini telah ditekankan pada literatur akutansi
(Choo 1992; Kelly dan Margheim 1990). Meskipun pengaruh pemoderasi dari TABP
pada hubungan antara stres peranan dan kepuasan kerja telah diteliti pada dua
studi sebelumnya (Ivancecich et al. 1982; Keenan dan McBain 1979), tidak ada
studi sebelumnya pada psikologi, teori organisasi atau literatur akuntansi
tampak meneliti efek variabel ini pada hubungan stres peranan/kinerja. Dukungan
empiris untuk adanya efek interaksi yang melibatkan TABP akan memberikan suatu
platform untuk firma audit untuk meneliti pengembangan rencana interfensi stres
terfokus individu (Goolsby 1992)dan bisa memberikan dasar untuk penilaian
kembali kebijakan personalia perusahaan.
Kajian literatur dan
pengembangan hipotesa
Stres peranan
Konflik peranan dan ambiguitas telah dihubungkan
dengan hasil negatif pada lingkup kerja, seperti peningkatan ketegangan kerja
yang dirasakan, ketidakpuasan kerja yang lebih tinggi, kecenderungan yang lebih
besar untuk meninggalkan perusahaan dan kinerja yang lebih rendah (Fisher dan
Gitelson 1983. Jackson dan Schuler 1985; Van Sell et al. 1981).
Sebagai boundary spanner, auditor dipaparkan pada
sejumlah stressor peranan. Boundary spanner merepresentasikan orang yang
menduduki posisi organisasi yang mensyaratkan “interaksi luas dengan banyak
orang, di dalam dan di luar organisasi, dengan kebutuhan dan ekspektasi beragam”
(Goolsby 1992, 156). Orang pada peranan boundary-spanning terpapar pada level
stres peranan tinggi karena kebutuhan untuk memahami dan memenuhi ekspektasi
banyak pengirim peranan di dalam lingkungan yang relevan (Goolsby 1992; Kahn et
al. 1964; Van Sell et al. 1981).
Signifikansi stres peranan pada lingkup auditor
eksternal, relatif sedikit studi telah meneliti konsekuensi merugikan dari
stres peranan dalam lingkungan ini. Yang paling awal dari studi-studi ini
dilakukan oleh Sorenson dan Sorenson (1974). Peneliti ini menemukan bahwa
konflik peranan memiliki dampak merugikan pada kepuasan kerja auditor dan
maksud untuk berpindah. Dalam studi ini, konflik peranan dioperasionalkan dalam
batasan konflik antara orientasi profesional dan birokratis auditor. Kemudian,
Senatra (1980) menemukan bahwa peningkatan konflik peranan menyebabkan
ketegangan terkait kerja yang lebih besar, sementara peningkatan ambiguitas
peranan menyebabkan kenaikan ketidakpuasan kerja. Akhrinya, suatu studi oleh
Rebele dan Michaels (1990) mengkonfirmasikan bahwa konflik peranan dan
ambiguitas berhubungan negatif dengan kepuasan kerja. Seperti Senatra (1980),
para peneliti juga menemukan konflik peranan berhubungan positif dengan
ketegangan terkait kerja. Rebele dan Michael (1990) adalah para peneliti utama
yang mempertimbangkan konsekuensi dari stres peranan pada kinerja auditor.
Mereka menemukan bahwa ambiguitas peranan berpengaruh negatif pada kinerja,
tidak ada hubungan ditemukan antara konflik peranan dan kinerja yang dinilai
sendiri.
Pola perilaku Tipe A
Identifikasi TABP sebagai faktor resiko baru dan
independen dari penyakit jantung koroner adalah produk dari riset yang
dilakukan pada 1950an dan 1960an (Friedman dan Rosenman 1959. 1974). Riset ini
berbeda dari studi epidemiologi tradisional dengan mempertimbangkan faktor
sosial ekonomi dan psikososial, bukannya faktor psikologis saja (Rosenman
1986). Studi ini menetapkan TABP sebagai sindrom konsisten dari
perilaku yang merepresentasikan strategi penanggulangan stres yang digunakan oleh
individu yang rentan dalam merespon rangsangan lingkungan yang menantang
(Caffrey 1978; Rosenman 1986; Schaubroeck et al. 1994). Ambiguitas dan konflik
peranan yang berlebihan, beban kerja berlebih, atasan yang tidak mendorong
persaingan dan/atau partisipasi, dan hubungan buruk dalam kerja, semuanya
adalah contoh rangsangan pada lingkungan kerja yang bisa mendatangkan perilaku
yang konsiten dengan TABP (Caplan dan Jones 1975; Davidson dan Cooper 1980;
Howard et al. 1977). Tipikal perilaku
dari individu tipe A pada stres meliputi dorongan prestasi, persaingan, urgensi
waktu, permusuhan, egresif, lekas marah dan ketidaksabaran (Glass 1977a,
1977b). Orang yang tidak bereaksi dalam cara ini pada rangsangan lingkungan
dikenal sebagai tipe B. lebih lanjut, semua individu mungkin terletak pada rangkaian kesatuan yang terdistribusi normal,
yang terentang dari perilaku tipe A ekstrem sampai perilaku tipe B ekstrem
(Sparacino 1979). Dalam pengertian bahwa perilaku tipe A yang jelas hanya
mewujudkan diri dalam situasi stresful. Tipe A dapat dijelaskan sebagai
hiperaktif terhadap stresor lingkungan.
Meskipun tipe A telah ditemukan bekerja lebih lama,
lebih banyak bepergian dan lebih yakin mengenai kemampuan mereka sendiri
dibanding individu tipe B dalam lingkup kerja (Howard et al. 1977), riset tidak
secara konklusif mendukung proposisi bahwa tipe A akan secara konsisten
berkinerja lebih baik dibanding tipe B (Bluen et al. 1990). Argumen kontijensi
telah diajukan oleh beberapa peneliti untuk menjelaskan temuan yang tidak
konflusif ini (Herried et al. 1985; Matthews 1982). Misalnya, Matthews (1982)
menunjukkan bahwa Tipe A mungkin
berkinerja lebih baik dibanding Tipe B pada tugas-tugas sulit yang membutuhkan
ketahanan, atau dalam situasi yang mengikuti kegagalan singkat. Namun demikian,
Tipe A bisa dikalahkan oleh Tipe B ketika respon terukur lambat dibutuhkan atau
sesudah paparan lama pada kegagalan menonjol.
Teori kontrol yang dikembangkan oleh Glass (1977a,
1977b), telah dijelaskan sebagai “pendekatan paling sistematis untuk memahami
perilaku Tipe A” (Kushnir dan Melamed 1991, 157). ini menunjukkan bahwa Tipe A
dimotivasi dengan keinginan kuat untuk mengendalikan lingkungan mereka. Orang,
kejadian, dan/atau situasi yang dipersepsikan mengancam rasa kontrol Tipe A mungkin
membangkitkan karakteristik perilaku Tipe A dari individu ini. Namun demikian,
dalam hal paparan yang lama pada stressor yang menonjol dan tidak terkontrol,
Tipe A telah ditemukan menunjukkan kecenderungan untuk menunda semua usaha yang
diarahkan untuk mendapatkan kontrol kembali. Glass (1977a, 1977b) mengklaim Ini
adalah contoh keputusasaan yang dipelajari (Seligman 1975) atau hiporeaktivitas
dalam hal stressor tak terkontrol.
Stres peranan dan kinerja (H1 dan H2)
Argumen kuat telah disajikan pada literatur dalam
mendukung hubungan negatif antara kinerja dan konflik peranan dan ambiguitas
peranan. Misalnya, Jackson dan Schuler (1985, 42-43)) menyatakan sebagai
berikut
Dari perspektif kognitif, kinerja dihalangi oleh
ambiguitas peranan dan konflik peranan karena dengan mereka individu menghadapi
kurangnya pengetahuan mengenai perilaku yang paling efektif untuk terlibat
dalam situasi yang hampir mustahil untuk melakukan segala sesuatu yang
diharapkan. Dengan demikian, tanpa memandang jumlah usaha yang dikeluarkan,
perilaku paling mungkin tidak efisien, tak terarah atau tidak cukup.
Lebih lanjut, berdasarkan pada teori ekspektansi
(Vroom 1964), para peneliti menunjukkan bahwa
Perspektif motivasional akan memprediksi bahwa kinerja
berkorelasi negatif dengan ambiguitas peranan dan konflik peranan karena mereka
dihubungkan secara negatif dengan usaha-kinerja dan kinerja-ekspektasi imbalan.
(Jackson dan Schuler 1985, 42)
Hipotesa berikut, yang dinyatakan dalam bentuk
alternatif, diajukan mengenai hubungan antara elemen stres peranan dan kinerja:
H1: ambiguitas peranan yang dirasakan secara
signifikan berhubungan negatif dengan kinerja auditor
H2: konflik
peranan yang dirasakan secara singifikan berhubungan negatif dengan kinerja
auditor .
Stres peranan dan kepuasan kerja (H3 dan H4)
Kepuasan kerja muncul ketika individu merasakan
pekerjaannya memenuhi nilai yang
dianggap penting bagi individu itu (Locke 1976). Alternatifnya, Hasil
ketidakpuasan kerja ketika suatu pekerjaan, untuk alasan apa saja, gagal untuk
memenuhi nilai terkait pekerjaan. Sebagai kejelasan dan kesesuaian peranan
(lawan dari ambiguitas peranan dan konflik peranan) umumnya dinilai (Locke dan
Latham 1990), orang akan mengira mereka terkait dengan kepuasan kerja ketika
ditemukan dalam lingkungan kerja.
Sebaliknya, orang akan mengira adanya ambiguitas peranan dan konflik
peranan dirasakan terkait dengan ketidakpuasan kerja (kepuasan kerja rendah).
Sehingga, hipotesa berikut, yang dinyatakan dalam
bentuk alternatif diajukan mengenai hub antara elemen stres peranan dan
kepuasan kerja
H3: ambiguitas
peranan yang dirasakan secara signifikan berhubungan negatif dengan kepuasan
kerja
H4: konflik
peranan yang dirasakan secara signifikan berhubungan negatif dengan kepuasan
kerja
Pola perilaku Tipe A sebagai variabel pemoderasi
(H5-H6)
Menurut model role-episode (Kahn et al 1964), dua individu yang memiliki
posisi identik dan terpapar pada derajat stres peranan sama bisa mempersepsikan
stres peranan sangat berbeda. Model itu menyatakan bahwa perbedaan usia,
kebutuhan, nilai, pendidikan orang akan menghasilkan perbedaan persepsi dan
respon pada stres peranan.
Akan diingat bahwa konseptualisasi kontrolabilitas
dari Glass (1977a, 1977b) dari pola perilaku Tipe A menunjukkan bahwa Tipe A
sangat termotivasi untuk mempertahankan kontrol terhadap lingkungan mereka.
Meskipun ini bisa menyebabkan peningkatan kinerja pada situasi dimana Tipe A
menghadapi level stres moderat, paparan yang lama pada stressor yang penting
dan tidak dapat dikendalikan mungkin menyebabkan penurunan kinerja tugas ketika
Tipe A menunjukkan ketakberdayaan yang dipelajari. Leet et al (1990)
mengkonfirmasikan hubungan ini dalam sejumlah lingkup kerja yang berbeda.
Peneliti menemukan bahwa kontrol yang dipersepsikan pada lingkungan seseorang
secara positif dan signifikan berinteraksi dengan pola perilaku Tipe A untuk
memfasilitasi kinerja dan kepuasan kerja. Temuan ini menyebabkan Lee et al
(1990, 877) merekomendasikan bahwa:
Untuk memotivasi individu Tipe A yang berorientasi
prestasi yang sangat kompetitif, organisasi dan supervisor harus memperhatikan
langkah-langkah untuk meningkatkan kontrol yang dipersepsikan. Langkah-langkah
demikian bisa meliputi pengurangan ambiguitas peranan dan konflik peranan,
berpartisipasi menetapkan tujuan dengan individu ini, menetapkan mereka dalam
pekerjaan yang relatif otonom, dan memberi mereka tugas-tugas dimana mereka
memiliki derajat kontrol yang tinggi pada penjadwalan keerja dan metode kerja.
Tampak masuk akal untuk memperkirakan bahwa pola
perilaku Tipe A akan memperkuat hubungan negatif antara elemen stres peranan
dan kinerja pekerjaan.
Intensifikasi yang serupa dari hubungan negatif antara
elemen stres peranan dan kepuasan kerja juga diperkirakan untuk alasan berikut.
Brunson dan Matthews (1981) melakukan studi laboratorium yang
meneliti bagaimana menanggulangi strategi
Tipe A dan Tipe B, berturut-turut, berubah pada periode waktu ketika
tekanan yang utama tidak dapat dikontrol secara bertahap menjadi bagian dari
lingkungan terdekat mereka. Para peneliti menemukan bahwa tidak seperti Tipe B,
Tipe A cenderung bergerak menjauh dari strategi penyelesaian masalah yang
berguna (yaitu, orang yang akhrinya akan menghasilkan solusi masalah) terhadap
strategi yang tidak efektif (yaitu, orang yang tidak akan pernah menghasilkan
solusi masalah). Juga diamati bahwa Tipe A menjadi semakin terganggu dan
frustasi sepanjang studi dan bahwa Tipe A menyalahkan kegagalan mereka yang
terus berlanjut pada kebodohan yang dirasakan mereka dan kemampuan yang kurang.
Menurut para peneliti tersebut, faktor-faktor ini dikombinasikan untuk membuat Tipe A tak mampu dipelajari, yaitu
menyerah dan bertindak putus asa. Karena strategi berfokus masalah telah
dihubungkan secara positif dengan kepuasan kerja (Latack 1986), akan diperkirakan
bahwa pola perilaku Tipe A akan memperkuat hubungan negatif antara tekanan yang
dapat dikontrol (konflik peranan dan ambiguitas peranan) dan kepuasan kerja. Dengan demikian, hipotesa berikut yang
dinyatakan dalam bentuk alternatif akan diteliti:
H5: personalitas
Tipe A secara signifikan memperkuat hubungan negatif antara ambiguitas peranan
dan kinerja pekerjaan auditor
H6: personalitas
Tipe A secara signifikan memperkuat hubungan negatif antara konflik peranan dan
kinerja pekerjaan auditor
H7: personalitas
Tipe A secara signifikan memperkuat hubungan negatif antara ambiguitas peranan
dan kepuasan kerja auditor
H8: personalitas
Tipe A secara signifikan memperkuat hubungan negatif antara konflik peranan dan
kepuasan kerja auditor
Metode Penelitian
Sampel dan prosedur
Data untuk studi dikumpulkan dengan cara kuesioner
survey yang disebarkan pada auditor pada dua dari enam firma besar akuntan
publik di Selandia Baru. Anonimitas dua firma yang berpartisipasi dijamin
karena sifat sensitif dari temuan riset. Akibatnya, dua firma ini akan disebut
sebagai firma A dan firma B.
Secara total, 169 instrumen survey dikirimkan ke
auditor pada kantor terpilih dari dua firma. Dari total ini, 122 dikirimkan ke
auditor di firma A dan 47 ke auditor di firma B. hanya auditor dengan
sekurangnya pengalaman auditing 12 bulan disampel. Secara keseluruhan 123
instrumen lengkap dikembalikan (88 dari firma A dan 35 dari firma B), yang
menghasilkan angka respon keseluruhan 73%. Sesudah empat respon yang tidak
dapat digunakan (semua dari firma A) dikeluarkan, prosedur survey menghasilkan
angka respon efektif 70%. Untuk menguji bias non respon, suatu perbandingan
respon awal dan akhir dilakukan. Tidak ada perbedaan signifikan ditemukan pada
variabel studi.
Tabel 1 meringkas karakteristik dari responden dari
dua perusahaan. Dari total sampel, 50% auditor beerusia 26 tahun atau lebih
muda, telah berada dalam posisi yang ada selama kurang dari atau sama dengan
enam bulan, dan telah bekerja untuk firma trsebut selama 3,4 tahun atau kurang.
Mayoritas responden adalahlaki-laki (72,3%), memiliki gelar sarjana (80,7%0,
penyelia atau dibawahnya (53.8%) dan bekerja di firma A (70.6%). Kombinasi tes
kai kuadrat dan uji t tidak menunjukkan perbedaan signifikan antara
karakteristik demografi pada tabel 1 yang berhubungan dengan responden firma A
dan firma B.
Ukuran
Konflik peranan dan ambiguitas peranan diukur dengan
menggunakan isntrumen yang dikembangkan oleh Rizzo et al (1970). Ukuran ini
terdiri dari 14 item, delapan terkait dengan konflik peranan, dan enam terkait
dengan ambiguitas peranan. Telah diestimasikan bahwa skala ini telah digunakan
di 85% dari semua studi terkait stress (Jackson dan Schuler 1985; Van Sell et
al, 1981). Properti psikometrik dari kedua ukuran telah diperiksa secara cermat
dalam literatur (House et al. 1983; Schuler et al. 1977; Tracy dan Johnson
1981) dan hasil dari uji itu menunjukkan bahwa keduanya “telah dan merupakan
ukuran yang memuaskan dari dua konstruk peranan” (Jackson dan Schuler 1985,
17). Kesimpulan yang sama dicapai dalam suatu studi yang lebih akhir oleh Smith
et al (1993). Pada studi ini, skor reliabilitas alfa Cronbach untuk ukuran
konflik peranan dan ambiguitas peranan masing masing adalah 0,76 dan 0,77.
Kepuasan kerja keseluruhan diukur dengan menggunakan versi pendek 20 item Kuesioner Kepuasan
Minnesota (MSQ)(Weiss et al. 1967). Ukuran ini telah digunakan secara luas pada
literatur akuntansi (Brownell 1982a, 1982b; Chenhall 1986; Chenhall dan
Brownell 1988; dan Frocut dan Shearon 1991). Ukuran keseluruhan kepuasan kerja
ditemukan dengan menjumlahkan skor dari tiap 20 item skala individu. Dunham et
al (1977) telah memberikan bukti empiris yang mendukung mengenai validitas
konvergen dan diskriminan dari MSQ. Untuk studi ini, MSQ memiliki alfa Cronbach
0,87 yang konsisten dengan studi lain dimana MSQ telah digunakan.
Tidak ada ukuran standar dari kinerja pekerjaan auditor yang telah muncul sampai hari ini. Studi
ini menggunakan ukuran 12 item umum dari kinerja auditor yang aslinya dikembangkan
oleh Choo (1986) (hereafter Choo). Instrumen yang dinilai sendiri ini
menggunakan skala Likert lima poin dengan 1=tidak memuaskan; 2= dibutuhkan
perbaikan; 3 =memuaskan; 4=baik dan 5: luar biasa. Deksriptor poin skala untuk
2 dan 4 diubah sedikit dari versi asli Choo supaya konsisten dengan instrumen
kinerja yang digunakan secara internal oleh firma A. pada studi ini, ukuran
Choo memiliki alfa Cronbach 0,80. Ukuran choo digunakan dalam preferensi dengan
yang digunakan oleh Rebele dan Michaels (1990) karena yang pertama tampak
dikembangkan dan diuji secara ketat. Isntrumen Choo dibuat dalam konsultasi
dengan partner pesonalia, pada tiap lima firma akuntan nasional. Pengujian
instrumen menunjukkan korelasi positif kuat (0.86) antara skor yang dinilai
sendiri dan skor yang dinilai atas. Lebih lanjut, Choo tidak menemukan
perbedaan signifikan antara rata-rata skor kinerja yang dinilai sendiri dan
rata-rata skor yang dinilai atasan. Instrumen Choo juga lebih relevan dengan
kondisi Selandia Baru dibanding ukuran Rebele dan Michael, dengan kondisi bahwa
ini dikembangkan di Australasia, bukannya di Amerika Serikat.
Choo (1986) menentukan penilaian kinerja keseluruhan
untuk kinerja yang dinilai sendiri dan atasan dengan menghitung rata-rata
artimatika sederhana dari skor pada tiap 12 dimensi kinerja. Beberapa kritik
dapat dibuat mengenai pendekatan ini. Pertama, ini mengasumsikan bahwa tiap
dimensi dengan nilai penting yang sama dan kedua, ini gagal untuk menjelaskan
fakta bahwa nilai penting relatif dari tiap dimensi akan berbeda menurut level
organisasi. Untuk mengatasi kedua masalah ini pada studi sekarang, suatu sistem
pembobotan dikembangkan dengan bantuan delapan partner dari firma A dan firma B
(lihat Appendix). sistem ini mempertimbangkan perbedaan nilai penting dari tiap
item, di dalam dan diantara posisi auditor. Sistem pembobotan yang sama
diterapkan untuk respon dari firma audit.
Ukuran kinerja penilaian sendiri telah digunakan pada
riset sebelumnya untuk menghindari kesalahan halo yang terkait dengan penilaian
atasan (Brownell 1982a; Nealy dan Owen 1970; Thornton 1968). Brownell
menjelaskan kesalahan halo sebagai kecenderungan untuk mengevaluasi secara
global atau, dengan kata lain, mengevaluasi hanya pada satu dimensi kognitif.
Namun demikian, ukuran kinerja penilaian sendiri telah dikritik karena mereka
menghasilkan bias kelonggaran dalam respon (Heneman 1974). Namun demikian,
sepanjang bias demikian tidak sistematis dengan variabel bebas, hasil studi
seharusnya tidak terpengaruh.
TABP diukur dengan menggunakan dua instrumen terpisah:
Skala Vickers (Vicker 1975) dan ukuran Tipe A-B keseluruhan Survey aktivitas
Jenkin (JAS) secara keseluruhan (jenkins et al 1979)
Studi ini menggunakan salah satu ukuran laporan diri
yang paling sering digunakan dari TABP: skala Tipe A-B 21 item dari survey
Aktivitas jenkin (Form C). Item-item itu membentuk instrumen Survey Aktivitas
Jenkins sama untuk item yang dimasukkan dalam wawancara terstruktur. Penskoran
JAS melibatkan penerapan bobot, yang dibuat dari penskalaan optimal dan analisa
fungsi diskriminan, untuk tiap respon item yang mungkin. Bobot ini aslinya
dihitung untuk meminimalkan kesalahan klasifikasi dari JAS relatif terhadap
klasifikasi yang dibuat dengan menggunakan SI untuk subyek yang dimasukkan
dalam Studi Kelompok Kolaboratif Western (WCGS). Untuk menentukan skor kasar
subyek pada skala JAS Tipe A-B global, peneliti harus menentukan bobot item
yang berkaitan untuk tiap respon item subyek dan kemudian menjumlahkan bobot
ini. Skor kasar kemudian diubah secara linear
kedalam skor standar, dengan skor positif yang menunjukkan perilaku Tipe
A dan skor negatif yang mengindikasikan ketiadaan perilaku Tipe A (yaitu
perilaku Tipe B). skor standar yang dihasilkan umumnya akan berada dalam
rentang-30 sampai +30 (Jenkins et al 1979). Skor standard untuk berbagai
subyek/sampel kemudian dibandingkan dengan skor pembanding yang didapat pada
WCGD (skor rata-rata dan simpangan baku dari seluruh populasi WCGS adalah 0 dan
10).
Validitas JAS ditetapkan oleh Jenkins et al (1979)
dalam sejumlah cara, termasuk mengkonfirmasi kesesuaian antara skor JAS dan SI
dan menemukan hubungan signifikan antara orang yang diklasifikasikan sebagai
Tipe A oleh JAS dan penyakit jantung koroner. Matthew(1982) melaporkan bahwa
secara umum, kalsifikasi yang dibuat oleh JAS sesuai dengan SI pada 60-70
persen kasus. Meskipun Jenkins et al (1979) mengindikasikan bahwa skala JAS
andal, berdasarkan pada konsistensi internal dan prosedur tes-retes yang luas,
beberapa peneliti telah menyatakan hal berbeda. Untuk studi ini, JAS memiliki
skor alfa Cronbach disesuaikan 0.73.
Instrumen TABP yang digunakan dalam studi ini, skala
Vicker, awalnya dikembangkan oleh Sales pada 1969. Ukuran itu selanjutnya
diperbaiki oleh Caplan pada 1971 dan kemudian direduksi menjadi skala sembilan
item oleh Vickeers (1975). Skor tinggi pada ukuran ini mengindikasikan
kecenderungan terhadap perilaku Tipe A, sedangkan skor rendah mengindikasikan
orientasi Tipe B. studi berikutnya telah menemukan ukuran ini secara konsisten
menghasilkan koefisien reliabilitas internal lebih dari 0,75 (Choo 1986). Skor
alfa Cronbach untuk ukuran ini pada studi ini adalah 0.82. skala itu telah
dikritik oleh satu peneliti yang menyatakan bahwa ini tidak merefleksikan
rentang keseluruhan dari TABP (Caffrey 1978).
Dengan kurangnya konsensus diantara peneliti mengenai
ukuran laporan diri mana dari TABP paling tepat untuk penggunaan dalam riset
organisasi, dianggap perlu untuk melakukan analisa secara terpisah dengan
menggunakan dua ukuran TABP, dan melaporkan hasil keduanya.
lanjutannya ada tidak :D
BalasHapusterimakasih
Lanjutannya menyusul y mb... beberapa hr lg :)
BalasHapus