Ketika Rasulullah SAW memasuki Madinah, setiap orang berlomba-lomba agar
beliau berhenti di rumahnya. Namun, Rasulullah shallallahu SAW menunjuk ke arah
untanya dan berkata, “Biarkanlah unta ini. Sesungguhnya unta ini telah
diperintahkan.” Di depan rumah Malik bin Najjar, duduklah unta tersebut di
dekat rumah Abu Ayub al-Anshari, Khalid bin Zaid. Selama membangun masjid dan
rumah, Rasulullah SAW menetap di kediamannya dan Abu Ayub sungguh-sungguh
memuliakan kunjungan Rasulullah SAW. Ia bersama istrinya melayani beliau dengan
pelayanan sebaik-baiknya. Abu Ayub Al-Anshar juga salah seorang yang turut
serta dalam bai’at Aqabah kedua. Istrinya adalah teman dekat Sayidah Aisyah.
Tatkala penduduk Mekah membicarakan berita bohong yang menuduh Aisyah
berselingkuh dengan pria yang bernama Shafwan bin Mu’atthal, ia bertanya kepada
Abu Ayub, suaminya, “Wahai Abu Ayub, apakah engkau sudah mendengar pembicaraan
orang tentang Aisyah?” Abu Ayub menjawab, “Ya, demi Allah itu adalah dusta.”
Lalu Abu Ayub balik bertanya, “Wahai Ummu Ayub, apakah engkau melakukan
perbuatan yang mereka tuduhkan kepada Aisyah itu?” la pun menyahut, “Demi
Allah, aku tidak melakukan perbuatan itu.” Abu Ayub kembali berkata, “Demi
Allah, sesungguhnya Aisyah lebih suci dan lebih bertakwa daripada dirimu.” Suatu
ketika, pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tamu di
rumah Abu Ayub dan tinggal di ruang bawah, secara tidak disengaja air tumpah ke
atas lantai. Ummu Ayub pun takut kalau air itu akan mengenai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ia tidak menemukan selain sepotong kain
sutera yang mahal harganya. Maka, Ummu Ayub pun segera mengambilnya untuk
mengeringkan air itu. Semoga Allah meridhai Abu Ayub dan istrinya. Abu Ayub
tidak pernah absen dalam satu peperangan pun. Ia memegang teguh firman Allah
SWT, “Berangkatlah kalian dalam keadaan ringan maupun berat dan berjihadlah
dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.” (QS. at-Taubah: 41) Abu Ayub
bergabung dengan Ali bin Abi Thalib untuk menghadapi Mu’awiyah karena Ali pada saat
itu adalah Imam kaum Muslimin. Pada saat Mu’awiyah berkuasa, ia rindu untuk
ikut berperang, sekalipun usianya telah lanjut. Karenanya, ia pun berangkat
bersama pasukan Yazid menuju Kostantinopel. Ketika ajal akan menjemputnya, Abu
Ayub meminta agar pasukan Muslimin mendekati benteng Konstantinopel bersamanya.
Kemudian tentara Islam berperang di hadapannya sampai mereka berhasil meraih
apa yang mereka cita-citakan. Abu Ayub pun akhirnya gugur sebagai syahid dan
dimakamkan di sana, yang kemudian kuburannya diziarahi oleh orang-orang Romawi
seperti menziarahi kuburan seseorang yang dianggap suci oleh mereka.
JANJI NABI MUHAMMAD SAW, MEMBANGKITKAN JIWA MUDA ABU AYYUB
AL-ANSHARI.
Dalam suatu
riwayat yang mutawatir ( kebenarannya sangat mutlak ) dituturkan oleh Imam
Ahmad, dikisahkan Nabi Muhammad dan para sahabatnya duduk dan mengaji, saat itu
Beliau Nabi Saw tiba-tiba ditanya tentang kota manakah yang akan takluk
terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma, lalu Rasulullah Saw menjawab “Madinnati
Hirokla taftahu awalan yakni Kustontiniat”, artinya kotanya kaisar
Heraklius yang akan ditaklukan terlebih dahulu yaitu Konstantinopel, lalu Nabi
Saw meneruskan Hadisnya “Lataftakhanal Kustontiniat, fa la ni’mal amiru
amiruha, wa la ni’mal jaizu zdalika jaiz”, Konstantinopel pasti kalian
taklukan, sehebat-hebatnya panglima perang adalah panglima perangnya dan
seistimewa-istimewa pasukan adalah pasukan itu, HR. Ahmad. Rasul saw juga
menggambarkan bahwa penakluk Konstantinopel adalah seorang laki-laki dengan
pasukan yang istimewa.
Saat mendengar
penjelasan dari Nabi Muhammad Saw tentang Konstantinopel, Abu Ayyub Al Anshari
seakan mendapatkan sesuatu di jiwanya, dia merasa seakan-akan waktu diputar
mundur puluhan tahun ke belakang, seakan dia kembali menjadi pemuda dua puluhan
tahun, seakan jiwa remaja belasan tahun bangkit dan bergejolak di dadanya. Saat
itu juga Abu Ayyub al-Anshari bertekad untuk menjadi sehebat-hebatnya panglima
perang dan menaklukkan Konstantinopel
Maka dalam
setiap pertempuran baik melawan kafir Quraisy maupun Romawi, Abu Ayyub tidak
pernah ketinggalan, dia bahkan hampir saja syahid ketika terjadi perang Mut’ah,
saat 3000 pasukan muslim menghadapi 100000 pasukan Romawi di wilayah Palestina.
Kata hikmat Abu Ayyub al-Anshari
"Sekiranya
aku syahid disini wahai Yazid (ketua panglima Bani Umaiyyah, kalian kuburkan
aku ditepi benteng Konstantinopel, kerana aku ingin mendengar derapan tapak
kaki kuda sebaik-baik raja ketika mereka menawan Konstantinopel"
"Aku
mendengar baginda Rasulullah S.A.W mengatakan seorang lelaki soleh akan
dikuburkan di bawah tembok tersebut & aku juga ingin mendengar derapan
tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang mana dia akan memimpin
sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar